Thursday, April 30, 2009

last UPT !!

yeahhh. . . . ow right bebh. .  hha. . . 

bsok UPT yg terkhir tetapi menyulitkan. . . 
huhuhu. . T.T

tpi gpp lha yg pentink bsok hri terakhir UPT. ..  .

akhirnya... 
dy bsa memaafkan gw plan" . .. 

tpi gg scepat ituu....
plan" pasti jd lha. . . .. 

hha. . . 
mwhahahahhaa
 
IPA yg taneman...
gw senasib dgn thalZ. ..  .
sma" slha...
what the dong dong is that?!?!?!

kwkwkwkkwkw. . . . .

ok dhe...
mo cleebh dlow....
encok gw bizz beres"
bsok msuk sperti byasa agy. .
arghhhhhh .. !!!!@#$@$%^

tha"""""""''
bubye..
byebye. . . 
babay
hha  .
hhe  .

Wednesday, April 29, 2009

29.04.09

what the piiiiiiiiiiiip ?!@?@##@$#%?@??!?

rese rese rese!!!!!!!!

crii mslh bgd c?!?!?!?!?!

mslz skooll l ll l . . . .
hwaaaaaaaaaaaa. .. . TT

Monday, April 27, 2009

THE STORY OF ICIL SCHOOL… CHAPTER 9

Disarankan buat menyiapkan headset dan carilah lagu dari album ICIL dengan judul JANGAN PERNAH BERHENTI dan JUARA SEJATI. Mengingat di bagian ini ada sedikit part nyanyinya lagi… So, bisa sekalian dinyanyiin kan?!

THE STORY OF ICIL SCHOOL… CHAPTER 9

CHAPTER 9

Ding.. Dong.. Ding.. Dong..
Jam 09.00 WIB.
“Hhhh…” Oik mendesah perlahan. Sambil melangkahkan kaki mengitari kamarnya untuk yang terakhir kali, Oik mengusap semua barang yang ada di kamarnya. Ranjangnya, meja belajarnya, cerminnya…
Di sekolah ini, dulu, dia dan temen2nya mengecap asa, bahwa kelak mereka akan menggapai mimpi bersama2. Menjadi seorang bintang. Tapi sebelum semua itu tejadi, mereka semua harus puas berhenti sampai disini. Oik sedih. Semua ICIL sedih. Mereka cuman mau menggapai mimpi, tapi kenapa ada pihak yang nggak mau mengerti???
Sebentar lagi bis yang menjemput mereka, bakal datang dengan membawa para wali dan orangtua mereka. Oik menahan tangisnya. Hampir setahun dia tinggal di kamar ini. Disini, dulu dia tidur, belajar, becanda sama ICIL Cewek, curhat sama mereka… Tapi sekarang, kamar asrama ini hanya bakal menjadi kenangan.
Oik mengangkat kopernya keluar. Di luar kamar, suasana sepi senyap. Entah dimana Rahmi, Agni, Gita, Ourel, dan Cahya. Mungkin masih di kamarnya. Mungkin udah nunggu di depan. Aku nggak mau ganggu saat2 terakhir mereka di kamar masing2, batin Oik.
“Bila kau mulai lelah berjalan… Dan berfikir untuk menyerah… Nyanyikanlah lagi mimpimu… Kau akan bertahan…” Oik bersenandung lirih dengan mata berkaca2, sambil tangan kanannya mengangkat koper, dan tangan kirinya menyapu tembok. Langkahnya lunglai di sepanjang lorong asrama.
“Nyalakanlah asa di hati… harapanmu tak boleh mati…. Gapailah mimpimu… Keajaiban pasti terjadi…” sebuah suara menyambung di belakang. Oik menoleh. Disana Rahmi sedang menatap Oik dari pintu kamarnya, lalu melangkah pelan ke arah Oik. Oik tersenyum pada Rahmi.
“Gapai mimpimu… jangan pernah berhenti… sampai kau temukan, apa yang kau cari… walau jatuh bangkitlah kembali… dan lihatlah… keajaiban pasti terjadi…” kali ini Gita dan Agni yang keluar dari kamarnya, melangkahkan kakinya ke Rahmi dan Oik.
“Saatnya kau kan berdiri… melihat jejak yang kau jalani… perjuangan tawa dan airmata… tak sia2…” Cahya keluar dari kamarnya. Dia juga melangkah ke tempat Oik berdiri.
“Nyanyikanlah lagi mimpimu… agar seluruh dunia tahu… kini kau temukan… keajaiban mimpimu…” Ourel menyusul di belakang Cahya. Oik berusaha kuat menahan airmata yang membanjir di pelupuk matanya. Semua ICIL Cewek juga nggak bisa lagi membendung airmata yang terlanjur meleleh di pipi mereka. Mereka saling berangkulan erat, seakan nggak mau dipisahkan.
“Gapai mimpimu… jangan pernah berhenti… sampai kau temukan, apa yang kau cari… walau jatuh bangkitlah kembali… dan lihatlah… keajaiban pasti terjadi… Gapai mimpimu… janganlah, jangan kau berhenti… apa yang kau cari… walau jatuh… bangkitlah kembali… dan lihatlah… keajaiban pasti terjadi…” di tengah linangan airmata, ICIL Cewek susah payah menyelesaikan bait terakhir.
“Apakahku jadi juara… atau ternyata ku bukan juara… itu bukan hal yang penting… yang penting tlah kulakukan yang terbaik…” suara sambung-menyambung muncul dari belakang mereka. Mereka langsung berbalik arah ke lorong depan. Disana semua ICIL Cowok udah pada berkumpul sambil menyanyikan themesong yang sama2 diciptakan Seli Pontoh ini.
“Kalah menang itu biasa… yang penting kita punya pengalaman… kita jadi berani… hadapi apapun terjadi…” Cakka tersenyum ke ICIL Cewek sambil melangkah ke arah mereka. Tangannya menepuk2 bahu Oik.
“Juara yang sejati… akan selalu tegak berdiri… walau ternyata kalah… semangat tak boleh patah… juara yang sejati… selalu lakukan yang terbaik… apapun yang terjadi… tetaplah tegak… tegak berdiri…” koor semua ICIL Cowok guna menghibur kesedihan ICIL Cewek, ternyata cukup mampu membuat ICIL Cewek mengusap airmata mereka, dan menggantinya dengan sebuah senyuman.
“Juara yang sejati… akan selalu tegak berdiri… walau ternyata kalah… semangat tak boleh patah… juara yang sejati… selalu lakukan yang terbaik… apapun yang terjadi… apapun yang terjadi… apapun yang terjadi… tetaplah tegak… tegak berdiri…” Oik, Rahmi, Agni, Gita, Cahya dan Ourelpun ikut larut dalam gelombang suara ICIL Cowok. Dengan semangat terakhir yang mereka miliki, semua finalis ICIL sukses menyelesaikan bait terakhir JUARA SEJATI.
%%%

Ckiittt…!!!
“Ma’e!”
“Ayah!”
“Papa!”
“Mama!”
“Mamang!”
“Bapak!”
“Ibu!”
Semua ICIL sontak menghambur ke arah wali masing2 ketika bis yang menjemput mereka tiba di halaman asrama. Mereka saling melepas rindu setelah hampir setahun terpisah dari rumah.
Mereka mengucapkan salam perpisahan ke semua guru dan kepala asrama, like: Bu Ira, Bu Winda, Om Dave, Uncle Jo, Pak Duta, Bu Uci, serta Bu Okky dan Pak Oni.
“Bapak2 dan Ibu2 Guru, serta Ibu Okky dan Pak Oni selaku kepala asrama, Cakka mewakili temen2 ICIL Cowok dan Cewek, ingin mengucapkan terimakasih sebesar2nya, atas segala waktu dan kesempatan yang telah kalian berikan untuk mendidik kami menjadi calon bintang. Kami sadari, bahwa kami sudah terlalu banyak mengoleksi kesalahan, sehingga membuat semua pengajar jengkel dan geleng2 kepala akibat kelakuan kami yang memang rada2 ajaib. Untuk itu kami mohon maaf atas semua kesalahan kami. Dan kamipun sudah memaafkan Bapak/Ibu yang terlalu sering menyetrap kami, cuma gara2 kami tidur di kelas, bolos sekolah, telat berangkat, jarang mandi, jarang gosok gigi, lupa ngerjain peer, nyolong kunci jawaban ulangan, ngutil snack di kantor guru, ngebobol celengan Pak Oni, dan lain2. Untuk itu sekali lagi kami mohon maaf. Dan sebagai pamungkas, Bastian akan membawakan sebuah puisi yang sudah dia buat sejak dulu kala.” tutup Cakka sembari ngos2an. Mata guru2 mendelik ke Cakka. Cakka nyengir.
“Oia, satu lagi! Yang buat pidato ini si Bastian juga. Jadi kalo ada kesamaan nama, tokoh, dan tempat, itu hanya kebetulan semata. Hiiiii…!!! Piss!” Cakka cengengesan aja dipelototin guru2.
“Guru…” Bastian mulai berdeklamasi.
“Tanpamu… kuhanyalah seongggok daging tak berilmu…”
“Tanpamu… ku tak mampu hadapi segala tantangan hidup…”
“Tanpamu… takkan mungkin ku capai cita2ku…”
“Guru…”
“Ijinkan ku tuk sampaikan maafku…”
“Maaf yang tak sanggup kurangkaikan jika berhadapan denganmu…”
“Bagaimana mungkin kusanggup tuk menyampaikannya padamu…”
“Jika setiap hari wajahmu selalu membuatku nggak kuku…”
“Guru…”
“I’m sorry goodbye…”
“Don’t be sad…”
“Don’t missing me…”
“I love you so much…”
“Be careful…”
“We will not go down…”
“Can’t help falling in love…”
“I lay my love on you…”
“If i let you go…”
“Dear God…”
“Woi! Woi! Woi! Ngapain judul2 lagu dibawa2??!”
Bastian nyengir, lalu menutup kertas puisi di tangannya. Mukanya disetel sekeren mungkin. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana.
“Gimana??? Pujangga wannabe-kan Bastian???”

TUK! TUK! TOK! TOK! TOK!
Sepatu2 hak tinggi ibu2 guru mampir ke pitak Bastian. “Ooh… ternyata yang selama ini nyolong kunci jawaban, snack, sampe celengan Pak Oni tuh kalian???” Bu Okky menggosok2an kedua tinjunya ke kepala Bastian, bak Mama Shinchan yang rutin olahraga kepal tinju di rumah tiap kali Shinchan berulah.
“Am.. ampuunnn… Buuu… Khilaf…” Bastian meringis.
“Khilaf2! Tapi dilanjutin terus?!”
“Iya sih. Hehehe…” Bastian nyengir. Yang lain meringis.
Setelah berpamitan pada guru2, kini giliran antar ICIL yang saling mengucap selamat tinggal. Oik menitipkan pesan untuk Rahmi. “Rahmi, kamu jangan lupa telpon aku ya! Pokoknya kalo udah sampe Aceh, kamu harus telpon aku! Aku nggak mau kehilangan kontak sama sahabat sebaik kamu!”
Rahmi mengangguk2 setuju. “Pasti, Oik! Ntar aku langsung nyari wartel deh!”
Lalu Oik bersalaman dan menitip pesan ke Gita, Agni, Ourel dan Cahya. “Kalian juga! Jangan lupa sama aku dan Rahmi! Saling kirim kabar ya!”
“Of course!”
“Dan satu lagi, buat semua ICIL Cewek… aku minta maaf kalo aku banyak salah ya!” tutup Oik.
“Kita2 juga minta maaf ya, Oik!” seru ICIL Cewek kompak.
Kemudian Oik berjalan menuju ICIL Cowok. Disana ada Obiet yang lagi cengengesan sambil megangin rantang. “Hai, Oik! Hiiii!!!”
Oik memaksakan sebuah senyum. “Kali ini aku maafin. Lain kali nggak bakal!”
“Lah, yang mau minta maaf siapa??? Orang cuman mau balikin rantang! Nih! Bikin repot aja mesti digondol kemana2!” Obiet menyodorkan rantang tepat ke muka Oik. Terang aja Oik keki bin gondok.
Oik menerima rantang itu dengan jengkel sambil berjalan ke ICIL Cowok lainnya. Di hadapan Irsyad, Bastian, Abner, Patton, Debo, dan Olin, Oik juga ngucapin selamat tinggal dan minta maaf. “Maaf ya temen2, kalo selama ini aku banyak salah. Semoga kalian nggak lupa sama mayoret tercantik di ICIL School ini…” Oik narsis (Narsis??? Milik kita bersamaaaaa….- Sori Transtv… pinjem jargonnya bentar!). Semua nyengir.
“Kalem-kalem bisa narsis juga…” Olin terpana.
“Yang pasti satu hal bakal bikin kita2 inget Oik adalah… bubur ayamnya!” Bastian cengar-cengir kepedean.
“Bubur merah, Bocah…” Irsyad merangkul leher Bastian sambil tangan kanannya sibuk mencubiti pipi Bastian gemes.
Pas giliran Cakka, Oik juga masih berusaha bersikap biasa aja. Oke! Dia temenku! Dan aku nggak punya perasaan apa2 ke dia selain perasaan sayang sebagai temen!, tekad Oik dalam hati.
Cakka melemparkan senyum termanisnya pada Oik. Oik membalasnya. “Hai, Cak!” Oik menjabat tangan Cakka erat2.
“Makasih ya… kamu udah ada waktu temen2ku sendiri lupa sama aku. Makasih juga buat pinjeman bahunya waktu itu. Makasih buat nasihat2 dan hiburannya, walaupun nggak bisa bikin aku terhibur juga. Hehehe…” Oik berusaha becanda. Cakka ketawa. Sementara ICIL di belakang mereka berdehem2 keselek sendal jepit.
“Iya. Sama2!” tapi Cakka masih enggan melepas jabat tangan Oik. Terang aja Oik bingung.
“Mmm… Oik…” Cakka terbata.
“Ya?”
“Mmm… itu… kamu… kamu bakal balik ke sekolah asal kamu kan?! Di SD Kutowinangun?” tanya Cakka. Oik mengedikkan bahu.
“Mungkin. Aku kan bentar lagi SMP. Jadi biarpun aku balik kesitu, itu juga nggak nyampe setahun.”
“Oohh… Mmm… di Jogja… di Jogja banyak… banyak SMP bagus loh…” Cakka ngarep.
“YEEEE!!! Si Cakka! Nawarin apa demen tuuhh???” sindir ICIL Cowok kompak.
“Cerewet! Sewot aja!” Cakka masang muka jutek ke ICIL Cowok, trus berbalik mesam-mesem ke Oik.
Oik ngikik. “Kamu lucu ya! Di Salatiga juga banyak SMP bagus. Ngapain jauh2 sekolah sampe ke Jogja?! Ntar siapa yang nemenin Ma’e? Yang bantuin bikin gorengan? Trus kalo sekolah di Jogja, aku mau tinggal dimana? Aku kan nggak punya sodara di sana…”
“Tinggal di rumahku aja! Banyak kamar kosong, kok! Kalo perlu, kamarku aku siapin buat kamu! Ntar aku tidur di sofa deh!” Cakka makin cengar-cengir.
“HUUUUUUU!!! NGAREEEPPPP!” teriak ICIL Cowok yang lain, makin sebel sama Cakka yang demen banget tebar pesona.
“Aah, kamu ada2 aja sih, Cak! Semalem makan apaan?? Paginya kok aneh gini???” Oik makin bingung.
“Kayaknya sih semalem ngemil brownies yang udah jamuran gitu… Udah dibilangin masih aja ngeyel! Ya udah… gini deh akhirnya!” timpal Bastian tanpa diminta.
“Kayaknya bukan itu deh Bas, yang bikin Cakka jadi agak step hari ini. Tapi semalem aku ngeliat dia nemu bekicot di depan kamarnya. Trus tuh bekicot dibawa ke dapur. Aku pikir mau diapain. Ternyata, tuh bekicot digoreng.” Sembur Patton.
“YAIKS!” semua yang ada disitu bergidik jijik.
“Trus dimakan?!” Bastian penasaran.
“Nggak tau! Tapi yang jelas, tadi pagi waktu mau sarapan, kita2 kan belom pada bikin lauk tuh! Eh, aku nemu semacem goreng2an yang kayak belut di lemari makan, tapi kecil gitu. Aku pikir emang udah disiapin sama Pak Oni. Jadi aku suguhin aja di meja makan. Pas aku balik lagi buat sarapan, eh… tuh gorengan udah nggak ada di meja makan! Nggak tau sejak kapan ada tuyul di asrama!” jelas Patton panjang lebar.
“Ya itu dia bekicotnya!” sembur Cakka agak keki, aibnya diomongin di depan orang2.
Tenggorokan Bastian tercekat. Mukanya memerah. Matanya melotot. “Pah… Pah… ke UGD… sekarang juga…”
“Oh, ini dia tho tuyulnya!!!! Sukurin! Makan tuh Bekicot Asam Manis!” Bastian sukses dijitakin ICIL Cowok.
“Oik, mmm… boleh aku nunggu kamu?” Cakka nggak mempedulikan temen2nya yang ribut sendiri dan dengan cueknya kembali melanjutkan obrolannya dengan Oik.
“Nunggu apa?? Kita kan berangkatnya bareng2?” Oik mengerutkan keningnya, bingung.
“Yaa... nunggu ketika semua mimpi kita udah tercapai. Nunggu kita semua dewasa.”
“Bo.. boleh2 aja! Nggak ada yang ngelarang. Kamu kenapa sih, Cak? Hari ini aneh banget?! Gaya ngomongnya juga sok berfalsafah gitu…”
“Ah, enggak! Perasaan kamu aja kali! Ntar aja aku kasih tau lagi secara detil kalo kita udah gede.” Cakka masih nyimpen rahasia.
Oik menatap Cakka bingung. Matanya seakan berkata, “Kamu ngomong apa sih, Cak???”. Cakka yang ngeh akan kebingungan Oik tersebut, buru2 membisikkan sesuatu ke telinga Oik. Dibisikin gitu sama Cakka, si Oik cuman mesam-mesem aja, trus buru2 masuk ke dalam bis. (Penasaran sama apa yang dibisikkan Cakka ke Oik?! Silahkan tanya ke mereka berdua… dijamin nggak bakal dapet jawabannya! HAHAHA! Biar jadi rahasia penulis saja…).
ICIL Cewek dan Cowok yang ngeliatin pada bengong. “Cak, ada apaan seh?! Jangan main rahasia2an ngapa???” ICIL Cowok mulai mencak2.
Cakka mengedikkan bahu riang. Cengar-cengir nggak jelas gitu deehh... Untung si Cakka ganteng, jadi nyengir sesering apapun nggak bikin kita2 gemes pengen ngejitakin kayak ngejitak Bastian!
Nah, sekarang gantian Bastian yang maju buat mengucapkan salam perpisahan ke semua ICIL. Orang pertama, Cakka. “Cak, maafin Bastian yang suka nyiksa kamu. Bastian suka minjem bedcovernya Cakka. Bastian juga suka maksa Cakka nyuciin ompol2 Bastian mulu! Abisnya, kalo bukan Cakka yang nyuciin, kayaknya kurang mantap gitu dehh! Maafin ya Cak!”
“Nggak pa-pa, Bas! Kalo lagi males aku juga nggak nyuciin kok! Paling aku semprot pake obat nyamuk! Jadi bau pesingnya kesaingin sama bau obat nyamuk yang harum mewangi. Hehehe…” Cakka nyengir. Bastian shock.
Sekarang giliran ke ICIL Cowok yang tersisa. “Semuanya aja deh! Aku minta maaf karena suka minjem barang kalian, suka bermanja2, suka telmi, suka terlalu tampan dan bikin kalian iri…”
“HUUUUUUU!!! Nggak sudi ngiri sama kamu!” ICIL Cowok keki.
Sekarang giliran ke ICIL Cewek, ke empat ICIL Cewek kecuali Ourel. “Hai semuanya! Bastian minta maaf ya kalo banyak salah! Makasih buat Rahmi yang bijak sekali, Agni yang berbaik hati mau nampung Bastian waktu disakiti sama temen2 Bastian, Gita dan Cahya yang juga baik sama Bastian. Kalo kangen sama Bastian, tinggal klik di www.bastiansoganteng.natadecoco. Atau kirim surat aja, pasti Bastian bales!”
“PEDE BANGET SIIHH??? Kita2 nggak bakal kangen, tapi bakal nagih utang! Pasti langsung kita datengin! Pasar kambing kan?! Deket mah itu…” Debo teriak2. Bastian manyun.
Sekarang Ourel. “Hai, Honey!”
Ourel nyengir. “Hai, Bear!”
“Kok Bear??”
“Kan Honey Bear = beruang madu. Honey alias madunya itu aku, kamu bearnya alias beruangnya. Hihihi…” Ourel ngikik. Bastian ikutan.
“Lah, kenapa ngikik berdua?! Kapan selesainya ini halal bi halal???” Abner darah tinggi. Bastian langsung menyingkir dengan gagah berani ke dalam bis.
Lalu selanjutnya gantian Agni. Semua ICIL Cewek disalaminya. “Maafin aku ya temen2! Aku janji, kalo kita ketemu lagi, kalian pasti kaget ngeliat aku berubah jadi anak yang sholeh-sholehah!”
“HAHAHA! Kita2 juga minta maaf! Kita2 juga janji bakal jadi anak yang sholeh-sholehah!” seru Rahmi, Cahya, Gita dan Ourel bebarengan. Agni mengangguk mantap. Lalu Agni berjalan tegap ke ICIL Cowok.
“Woi! Aku minta maaf ya! Aku emang banyak salah! Aku emang nyebelin! Maafin ya!”
“Bukan nyebelin lagi! Tapi super menyebalkan!” desis Obiet.
“Apa, Biet???” Agni mendengar desisan Obiet.
“Aah.. eng.. enggak kok! Aku terima permintaan maafmu. Nggak tau deh kalo yang laen…” sahut Obiet santai.
“Aku tau, nggak mudah buat saling memaafkan. Tapi nggak ada yang bisa ngejamin suatu saat kita bakal ketemu lagi. Jadi sebelum semuanya terlambat dan aku nggak punya lagi kesempatan buat minta maaf ke kalian, aku mohon banget… MAAFIN AKU! PLIS!” Agni memohon dengan sangat. Yang lain jadi trenyuh juga.
“Oohh… Oke deh…” sahut ICIL Cowok terbata. Setelah itu Agni ke Cakka. Dijabatnya tangan Cakka erat2. “Maafin semua salahku, Cak!”
“Sama2! Aku juga minta maaf.”
“Cak…”
“Hmmm???”
“Boleh… boleh aku nunggu kamu??” tanya Agni pelan, takut2.
“Nunggu apa?” Cakka bingung.
“Ya… kayak yang kamu bilang tadi ke Oik.” Agni makin gugup. Cakka ikutan kaget.
“Mmmm… gimana ya? Mmm…”
“OHOK! OHOK! Prince Charming di antara Snow White dan Xena The Warrior Princess…” Patton keselek kulit duren.
“Mmm…” Cakka garuk2 kepala, bimbang. Matanya melirik ke Oik yang udah duduk di dalam bis dan sekarang juga tengah menatapnya dari jendela. Oik menyunggingkan senyuman untuk Cakka, lalu menganggukkan kepalanya. Tangan kanan Oik terayun, seakan mempersilahkan Cakka memberi jawaban apapun atas pertanyaan Agni. Toh, itu kan urusan dalam negeri Cakka…
“Mmm… boleh aja…” jawab Cakka akhirnya. Biarpun jawaban Cakka agak ragu dan nggantung, tapi Agni tetep tersenyum lega.
Nggak lama halal bi halal itupun berakhir (maaf untuk anak ICIL lainnya yang tidak tercantum disini… maklum, otot bahu udah nggak memungkinkan! Perlu balsem otot geliga!).
Kemudian semua ICIL dan para walinya duduk tenang di dalam bis. Sementara para guru sibuk melambaikan tangan ke bis yang akan mengantarkan para ICIL. Haru dan syahdu mengiringi keberangkatan bis ICIL menuju bandara.
Suasana di bis sepanjang perjalanan terasa menyenangkan. Pohon2 di kanan kiri jendela terlihat rindang dan teduh. Gedung2 megah menjulang membelah langit. Matahari bersinar cerah. Burung2 berkicau merdu. Lalu lintas padat merayap. Kecelakaan di tol ibukota. Satpol PP memberantas PKL-PKL. Demo terus berlangsung di Bundaran HI. Hasil Quick Count sementara Partai Omong Kosong memimpin (Lah.. lah.. lah! Kenapa jadi siaran berita?!).
Namun tiba2 sebuah lengkingan mematikan meluncur dari mulut seorang penumpang bis, dan ternyata cukup sukses membuat dunia pause dalam sepersekian detik, bibir mingkem jadi mangap, kaki rapat jadi ngangkang, mata sipit jadi belo, kulit putih jadi gosong, rambut lebat jadi botak, bla bla bla…
“Pak! Pak! Brentiiiiiiiiiiiiii!!!!!!!!!!!!!”
CKIIITTTT….!!!
“Kenapa, Bas?!”
“Mmm… itu…” Bastian menggigiti jari-jari kakinya.
“Apa???”
“JEJAK KAKI BASTIAN KETINGGALAAANNNNN!!!!!!!! AYO BALIIIIIIKKKKKKK!!!”

TAK! TAK! PLETAK! KLONTANG! BRUUUUGGG!!!

Untuk yang ke sekian kalinya, sepatu, popcorn, koper, kerikil, batu kali, pasir, kaleng kerupuk, kulit kacang, dan yang terakhir, kursi penumpang, mampir ke pitak Bastian.

THE END

“Melangkah mengenggam harapan… senyum manis ku persembahkan… demi menggapai indah impian… bukan hanya di angan… disini tempat berbagi ceria… idola cilik… idola semua idola… mari warnai dunia… kau dan aku bersama… idola cilik… idola semua idola… mari warnai dunia… kau dan aku bersama… do re mi… re mi fa… mi fa sol… fa sol la si do… do… re… mi… berikan yang terbaik untuk semua…”

(Thx buat Rahmi yang bersedia Jangan Pernah Berhenti-nya aku cantumin di sini. Lagu itu adalah lagu terfavoritku kedua setelah Kepompong di album ICIL 2… Thx buat 4 besar ICIL 2 atas JUARA SEJATI yang ikut andil disini. Lagu ini jadi terfavoritku ketiga setelah KEPOMPONG dan JANGAN PERNAH BERHENTI. Thx buat themesong IDOLA CILIK. Thx buat C~Luvers dan Oiklovers!!! Sampe berjumpa lagi di IDOLA CILIK 3!!! Penulis mau belajar buat SPMB dulu aahhh...).

writer by: adis C~LUVers

Sunday, April 26, 2009

THE STORY OF ICIL SCHOOL… CHAPTER 8

THE STORY OF ICIL SCHOOL… CHAPTER 8

CHAPTER 8

Besoknya, di sekolah ICIL Cowok…
“Ehem!” Cakka berdehem pelan sembari kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Sudut matanya menangkap sosok Agni yang sedang sibuk memasukkan bola ke keranjang basket.
“Ehem! Ehem!”
Agni terlihat nggak peduli dengan deheman di belakangnya. Saat bola basket itu memantul di keranjang basket, Cakka buru2 menangkap bola itu dan menggendongnya di lengan kirinya. Agni terlihat kurang senang dengan kehadiran Cakka.
“Balikin bolanya!” pinta Agni. Cakka tersenyum sinis.
“Cakka, aku lagi nggak mau buat masalah sama kamu.” cetus Agni datar. Perlahan2 Cakka mendekati Agni.
“Nyerah juga kan kamu??? Aku udah bilang untuk nggak ngelanjutin tantangan dance itu, kan??? Sia2 semuanya???” Cakka ketawa. Agni balik ketawa sinis.
“Bukan aku yang mau ngebatalin dance itu! Tapi salahin panitia lomba hari Kartini!”
“Kenapa sampe ke panitia lomba??? Yang harusnya introspeksi tuh kamu! Itulah balasan buat orang yang selalu nurutin ego! Itulah balasan buat orang yang nggak mau nerima kekalahan!” cecar Cakka. Agni kaget. Bibirnya terkatup rapat.
“Cuma karena gengsi, trus kamu nyuruh Ourel buat nyampein pembatalan itu??? Cuma karena gengsi juga, kamu sampe musuhin temen kamu sendiri??? Ck.. ck.. ck!!! Agni.. Agni! Kamu emang super untuk ukuran cewek. Tapi kamu rapuh kalo udah menyangkut batin dan perasaan!”
“Jaga mulut kamu, Cak!” tangan Agni mengepal sambil menarik kerah baju Cakka. Tinjunya sudah hampir mampir ke wajah Cakka. Cakka menatap Agni tajam.
“Kalo kamu beneran cewek thought, buktiin sekarang!” pinta Cakka. Cakka malah menyodorkan wajahnya yang mulus nan ganteng untuk dicicipi bogem mentah dari Agni. Agni menarik napas. Berkali2 Agni menelan ludah. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.
“Lama amat, Neng??? Kapan mulainya, Buuu???” sindir Cakka. Agni melotot marah. Tanpa terasa matanya berkaca2. Dilepaskannya cengkeraman tangannya dari kerah baju Cakka.
“Loh, nggak jadi toh?” Cakka bingung, sambil membetulkan kerah bajunya. Agni yang udah nggak tahan dengan ocehan dan sindiran Cakka, buru2 lari dari lapangan.
“PERHATIAN! PERHATIAN! KEPADA SELURUH MURID ICIL SCHOOL, UNTUK SEGERA MENUJU AULA SEKARANG JUGA! ADA SESUATU HAL YANG PENTING YANG INGIN DISAMPAIKAN!” suara dari radio sekolah memaksa Cakka untuk melangkahkan kaki menuju aula.

%%%

Cakka kurang ajar! Cakka jahat! Cakka nyebelin!, teriak batin Agni. Agni masih aja terus berlari di sepanjang koridor sekolah sambil berusaha menghapus titik2 airmata yang jatuh dari pipinya.
PRAAANGGG!!!
Tanpa disadarinya Agni menabrak seorang cewek yang lagi membawa sepiring siomay. Kontan cewek itu melotot sambil berteriak nyaring. “OBIEEETTT!!! PASTI KAMU LAGI! KAMU EMANG PEMBAWA MASALAH!!!”
Namun lengkingan itu berubah jadi kebisuan ketika mata cewek itu bertubrukkan dengan mata Agni, si penabrak tadi. Oik, cewek itu, berusaha mengalihkan pandangannya dengan membersihkan pecahan2 piring siomay. Agni menatap Oik tajam, lantas menggamit tangan Oik kasar.
“AGNI! APA-APAAN SIH?! LEPASIN!”
Namun cengkeraman tangan Agni terlalu kuat untuk seorang Oik. Oik terpaksa pasrah mengikuti kemana Agni berlari.
%%%

Aula membisu.
Anak2 ICIL mulai resah karena bermenit2 mereka disitu tanpa ada pertunjukkan apa2. Bu Ira yang berdiri di podium pun terlihat diam mematung, seakan ada beban teramat berat yang sulit dia ungkapkan.
ICIL Cowok mulai gelisah. “Bu, ada pengumuman apa lagi, sih?! Bakso saya pasti udah digondol maling nih di kantin! Mana masih ngutang lagi!” seru Bastian.
“SSSTTTT!!!” Cakka membekap mulut Bastian. Bu Ira tampak berdehem2 sebentar. Berkali2 beliau menelan ludah.
“Anak2…” beliau mengawali. Semua mendengarkan dengan seksama. Tidak terlintas sedikitpun di benak mereka bahwa kabar yang akan mereka terima adalah kabar buruk.
“Mulai minggu depan…” Bu Ira menatap mata seluruh anak didiknya.
“Mulai minggu depan… tidak akan ada beasiswa lagi.” tuturnya tercekat. Anak2 ICIL sontak kaget. Mereka saling berpandangan. Aula ribut dalam sekejap.
“Maksudnya apa, Bu???” tanya mereka serempak. Bu Ira tampak berat untuk mengatakannya pada mereka semua.
“Beasiswa dari pemerintah dihentikan. Mulai minggu depan, semua yang bersekolah di ICIL SHOOL harus dengan biaya sendiri.”
Anak2 makin kaget. Bermenit2 mereka terkungkung dalam kebingungan di dalam aula.
“Ibu harap, bagi kalian yang ingin terus bersekolah di sini dengan biaya sendiri, untuk segera menemui Ibu.” tutup Bu Ira, lantas buru2 turun dari podium. Semua sesaat membisu.
Namun tiba2 Rahmi berlari ke Bu Ira. “Bu!”
Bu Ira menoleh. “Ya, Rahmi? Kamu mau terus bersekolah disini?” suaranya bergetar. Nampak Bu Ira sedang susah payah menyembunyikan perasaan sedih di hatinya.
Rahmi menggeleng pelan. Airmata mulai jatuh pelan2 dari sudut matanya. “Saya… saya mau pulang ke Aceh saja. Saya sekolah di sekolah biasa saja di sana. Saya… saya nggak bisa lanjut terus disini tanpa beasiswa.”
Mata Bu Ira berkaca2. Lalu diusapnya kepala gadis berjilbab itu. “Ya sudah. Ibu tidak akan memaksa. Ibu sebenarnya juga tidak mau akhirnya malah jadi seperti ini.”
“Bu! Saya juga mau pulang ke Semarang!” teriak Cahya tiba2.
“Saya juga!” teriak Ourel dan Gita bebarengan. ICIL Cowok pada ngeliatin.
“Kalo begitu saya juga! Saya nggak mungkin sekolah disini tanpa beasiswa! Saya sekolah disini tujuannya juga untuk membantu meringankan beban orangtua, bukannya malah menambah beban.” teriak Bastian.
“Saya juga!” teriak ICIL Cowok yang lain, sambil mengangkat tangan.
Bu Ira kaget. Semua anak didiknya memutuskan untuk keluar dari ICIL School.
“Baiklah. Berarti ICIL Cowok dan Cewek tidak ada yang mau melanjutkan sekolahnya disini. Ibu mengerti...” airmata Bu Ira mulai jatuh.
Semuanya terdiam. “Kenapa jadinya begini, Bu? Baru tiga hari kami digabung jadi satu sekolah. Belum juga kami mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba hari Kartini. Tapi kenapa hanya dalam waktu singkat beasiswa ditarik?” keluh Rahmi. Bu Ira menarik napas panjang.
“Ibu nggak tau, Rahmi… Semuanya Ibu ketahui mendadak. Tadi pagi…”
Semuanya membisu. “Kalau memang sudah tidak ada satupun murid yang tersisa di ICIL School ini, maka Ibu harus kembali menyampaikan kenyataan pahit kepada kalian…” Bu Ira melanjutkan. Semua dahi di aula berkerut.
“ICIL School… ICIL School akan ditutup.”
Bak disambar geledek di siang bolong anak2 ICIL demi mendengar kabar itu. Semua ICIL Cewek nggak bisa lagi menahan tangisnya.
“Tapi.. tapi kenapa, Bu?” suara Gita terdengar terisak.
“Bu, kami masih bisa terima kalo cuman kami yang memutuskan keluar. Tapi jangan sampai ICIL School ditutup, Bu! Gimana nasib adik2 kelas kami nanti?” sambung Irsyad. Airmata Bu Ira dan semua orang di aula semakin deras.
“Ibu.. Ibu juga nggak tau! Ibu bingung! Kita masih beruntung, karena adik2 kelas kalian masih akan diterima tahun depan. Jadi setiap tahun kita hanya memiliki dan meluluskan satu angkatan.”
“Bu!” tiba2 Cakka mengacungkan tangan. “Ya? Ada apa, Cakka?”
“Ada murid yang belum menentukan apakah mau terus lanjut di sekolah ini atau tidak. Jadi keputusan untuk membubarkan sekolah ini belum final.”
“Siapa?? Apa masih ada murid yang berkeliaran di luar aula?”
“Saya nggak tau mereka ada dimana. Tapi, Agni dan Oik emang nggak ada sejak tadi.”

%%%

“Agni, lepasin!” Oik masih meronta2 dari cengkeraman tangan Agni. Ternyata Agni mengajaknya ke halaman belakang sekolah.
Agni langsung melepaskan cengkeraman tangannya dengan kasar. Napasnya terdengar memburu. Kemarahan Agni benar2 udah di ubun2. Sementara itu Oik masih meringis sambil mengusap2 pergelangan tangannya yang memerah.
“Aku nggak ngerti sama kamu, Ag! Kamu orang teraneh yang pernah aku kenal!” teriak Oik sambil berusaha pergi dari tempat itu. Namun tangan Agni kembali mencengkeram pergelangan tangan Oik. “Apa lagi sih?! Nggak puas kamu bikin tanganku sakit?!”
“Aku nggak akan pernah puas bikin kamu tersiksa! Karena kamu juga udah bikin aku tersiksa sama perasaanku sendiri!” balas Agni. Oik mengerutkan keningnya, masih dalam usaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan Agni.
“Kamu ngomong apa? Aku nggak ngerti!”
“Makanya jangan kesibukan tebar pesona sama cowok2!” teriak Agni sadis.
“Aku nggak ngerti! Lepasin tanganku!”
“Kamu suka kan sama Cakka?!” tiba2 suara Agni terdengar bagai petir menyambar2 di telinga Oik. Oik menelan ludahnya berkali2.
“Kata siapa?!” di pikiran Oik saat itu, Rahmi-lah yang udah bocor ke semua anak ICIL, bahkan sampe Agni juga tahu!
“Nggak penting! Kamu tinggal jawab aja!” cengkeraman tangan Agni semakin mengeras. “AAWWW!!!” Oik mengaduh.
“Oh, jadi ini yang bikin kamu tiba2 marah sama aku?! Kalo kamu mau, ambil aja si Cakka!” sentak Oik. “AAAWWWW!!!” ternyata Agni nekat memelintir lengan Oik.
“Kamu pikir Cakka mainan apa, bisa dioper2???” desis Agni sinis.
“Aku nggak suka sama Cakka! Jadi kalo kamu mau deketin dia, nggak ada yang ngelarang!” seru Oik.
“Bohong!”
“Aku nggak suka sama Cakka!”
“Kamu bohong!”
“Terserah kamu! Lepasin!”
“Oik, jangan munafik!” Agni masih bertahan.
“Agni, plis! Aku nggak mau semakin bermasalah sama kamu! Kalo kamu mau aku ngejauhin Cakka, aku bakal lakuin! Tapi asal kamu inget, aku sama Cakka nggak pernah ada apa2! Dan AKU NGGAK PERNAH SUKA SAMA CAKKA!” teriak Oik tepat di telinga Agni. Terang aja hal itu bikin Agni semakin mengeraskan plintirannya.
“AAAAWWWW!!!”
“Agni! Oik!” sebuah suara mengagetkan dari belakang. Sontak Oik dan Agni menoleh ke sumber suara. Ekspressi wajah Oik masih terlihat kesakitan akibat plintiran dan cengkeraman tangan Agni di lengannya.
“Mau apa kalian kesini?!” teriak Agni ke ICIL Cowok dan Cewek yang tiba2 aja udah ada di hadapan mereka.
“Agni, lepasin tangan Oik! Nggak lucu main sandera2an kayak gitu!” cecar Patton.
“Yang bilang ini lucu tuh siapa?! Aku cuman mau ngelampiasin rasa keselku ke dia!”
“Apa aku bilang! Batin kamu tuh nggak se-thought fisik kamu! Lepasin! Atau aku panggilin Bu Ira!” ancam Cakka.
“Beraninya main ancam2an!”
“Agni, aku kan udah berkali2 bilang ke kamu, AKU NGGAK SUKA SAMA CAKKA! Lepasin tanganku!” teriak Oik makin meronta. Anak2 ICIL Cewek dan Cowok melongo. “Cakka?”
Sontak Cakka jadi bahan pelototan. “Aku… aku… nggak tau menahu…” Cakka ketar-ketir.
“Kenapa sih kalian jadi berantem gini? Kita semua kan temen…” ucap Rahmi getir.
“Rahmi! Pasti kamu! Aku yakin pasti kamu!” tuduh Oik tiba2 begitu mendengar suara Rahmi. Rahmi menangis sambil menggeleng2kan kepalanya.
“Pasti kamu! Aku yakin!” Oik makin ngotot. Rahmi mengeraskan gelengan kepalanya.
“Oik! Maksud ‘PASTI RAHMI’ tuh apa??? Jangan asal nuduh gitu donk!” Cahya kebingungan.
“Nggak usah nuduh2 orang! Aku denger sendiri kamu ngomong kalo kamu suka sama Cakka, pas kamu dan Rahmi lagi di kamar!” teriak Agni, sengaja bikin Oik malu. Oik kaget. Semua disitu kaget. Cakka makin kaget.
“Aku… aku…” Oik nggak bisa berkata2. Agni tersenyum sinis. Sementara Cakka menatap shock pada mereka berdua.
“Dasar tukang nguping! Apa hak kamu buat ngedenger isi hati orang lain, HAH?! Kamu sengaja bikin aku malu?! Iya??!” sentak Oik makin berontak.
“Iya! Biar sekalian semuanya denger! Biar Cakka juga denger, dan jadi ilfil sama kamu!” kata Agni lagi. Mata Oik berkaca2. Kepalanya menunduk. Oik nggak sanggup ngeliat Cakka. Oik malu banget.
“Aku nggak pernah ilfil sama orang yang ngungkapin perasaannya. Aku nggak ada hak buat ngelarang2.” Kata Cakka pelan. Agni kaget. Oik juga. Agni nggak nyangka Cakka malah ngebelain Oik.
Tiba2 Rahmi menyela.
“Agni! Oik! Kalian rebutan Cakka?? Kalian tuh nggak punya hati ya! Kita2 di aula sibuk bertanya2 kenapa beasiswa kita semua dihentikan, kenapa ICIL School mau ditutup. Tapi disini… disini kalian malah…” Rahmi yang udah nggak tahan langsung menjauh dari tempat itu, sambil menutup wajahnya yang sudah berlinang airmata. ICIL Cewek lainnya menyusul Rahmi, setelah sebelumnya menggeleng2kan kepala mereka ke Oik dan Agni.
Sesaat Oik dan Agni terdiam atas ucapan Rahmi tadi. Oik jatuh terduduk di tanah. Tubuhnya udah lemes terus meronta dari cengkeraman tangan Agni. Ditambah lagi apa yang dikatakan Rahmi barusan semakin bikin dia lemes.
“Agni lepasin…” suara Oik melemah. Airmata mulai membanjiri pelupuk matanya.
Agni yang juga shock dengan pernyataan Rahmi barusan, akhirnya mengendurkan cengkeraman tangannya. Nggak lama Agni melepaskan tangan Oik. Kesempatan itu digunakan Oik untuk menutup wajahnya dengan kedua tangannya, menangis sejadi2nya. Semua ICIL Cowok ikut trenyuh.
Cakka buru2 mendekati Oik yang terduduk di tanah. “Oik, ayo bangun.”
“Enggak! Aku nggak mau! Pergi! Pergi semuanya!” Oik semakin menangis. Tangannya mendorong2 dada Cakka supaya menjauh darinya. Cakka berusaha memalingkan wajahnya ke Agni. Namun disitu Agni malah memalingkan wajahnya ke tempat lain. Tapi Cakka masih bisa ngeliat air di sudut mata Agni.
Lama2 Agni nggak tahan juga dengan semua situasi itu. Demi melihat Cakka yang tengah menghibur Oik, juga dengan masih terngiang2nya ucapan Rahmi barusan, Agni memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.
Agni berlari menjauh. Agni nggak mau Cakka yang selama ini nganggap dia cewek tangguh, justru ketawa begitu ngeliat dia nangis. Cakka nggak boleh ngeliat aku nangis!, batin Agni sambil terus berlari dan menggigiti bibirnya.
%%%


Tik.. tik.. tik…
Oik melirik ke jam dinding di kamarnya. Selama ini bunyi jam dinding itu nggak pernah terdengar sama Oik. Tapi kali ini…
Asramanya begitu senyap. Sejak Bu Ira memberitahu pengumuman itu, kegiatan belajar mengajar dihentikan. Semua murid diberi waktu hingga akhir minggu ini untuk meninggalkan asrama.
Oik memandang wajahnya di cermin. Lalu dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Sampai di luar kamar, Oik bingung harus kemana. Di depannya adalah kamar Rahmi, sahabat yang selama ini selalu memberinya nasihat2 bijak.
Oik menarik napas panjang, menghembuskannya perlahan. Kakinya melangkah hingga berada tepat di hadapan pintu kamar Rahmi. Tangannya yang sudah dalam posisi akan mengetuk, buru2 diurungkannya. Oik langsung membuka pintu kamar Rahmi perlahan.
KRIEEETTT…
“Rahmi?”
Rahmi menoleh.
“Oik?”
Mata Oik berkaca2. “Rahmi, kamu mau pulang ke Aceh??” Oik mendekati Rahmi yang duduk di pinggir ranjang. Di sampingnya tas koper sudah penuh dengan pakaian. Rahmi mengangguk2.
“Aku mau sekolah disana aja. Kalo kamu masih mau sekolah disini, aku cuman bisa ucapin selamat tinggal. Semoga kamu bisa menggapai mimpi2mu ya, Oik!”
Hati Oik terasa ngilu. Disaat tersedih seperti inipun Rahmi masih bisa menjadi sahabat yang bijak. “Rahmi…” Oik memeluk Rahmi tiba2. Rahmi yang menyadari kesedihan sahabatnya, buru2 membalas pelukan Oik. Diusap2nya punggung Oik lembut.
“Oik, kan kita masih bisa telpon2nan. Masih bisa SMSan…”
Oik menggeleng kuat2. Airmatanya makin deras.
“Rahmi, maafin aku.” Hanya satu kalimat itu yang mampu Oik ucapkan. Suara Oik bergetar. Pelukannya semakin kuat.
“Iya… Aku juga minta maaf, Oik. Aku juga banyak salah sama kamu.”
“Rahmi…” Tiba2 Oik melepaskan pelukannya. Dihapusnya airmata yang sudah meleleh dan membanjir di pipinya.
“Bentar ya! Aku juga mau ngepak2in bajuku! Kita bakalan keluar dari sini bareng2!” seru Oik ceria sambil membalikkan badannya menuju pintu. Rahmi menarik tangan Oik. “Kamu sama Agni… bakal bertahan disini kan?”
Oik menggeleng. “Siapa bilang? Aku kan belom ngasih keputusan apa2. Belom terlambat buat milih, kan?!” Oik tersenyum ceria sambil membuka pintu. Rahmi juga ikut tersenyum.
CEGREEKKK…
“Loh, Oik?” ICIL Cewek lainnya, termasuk Agni, ternyata udah ada di depan pintu kamar Rahmi. Oik juga kaget, tapi buru2 dihapusnya kekagetan itu dari ekspresi wajahnya.
“Hai! Mau ketemu sama Rahmi?! Ada kok di dalem!” seru Oik sambil meminggirkan badannya, memberi jalan mereka untuk lewat.
Saat Agni lewat di sampingnya, buru2 Oik menarik tangan Agni. Agni menghentikan langkahnya. Oik berusaha untuk menunjukkan ekspresi ramah pada ‘mantan’ sahabatnya itu.
“Agni.. Aku mau pamitan. Aku juga… aku juga mutusin buat pulang ke Salatiga… Aku… aku minta maaf ya kalo aku banyak salah..” Oik menunduk takut2. Tangannya menanti balasan jabat tangan Agni.
Agni terdiam sesaat. Tapi akhirnya jabat tangan Oik dibalasnya juga. “Sama2, Oik. Aku juga minta maaf. Salahku banyak banget sama kamu. Aku juga mau pulang ke Jogja kok!”
Oik mengangkat wajahnya. “Kamu… juga mau keluar?”
Agni mengangguk2 mantap. “Di sekolah baru nanti, aku mau berubah jadi Agni yang menyenangkan. Nggak nyebelin kayak kemaren2. Lagian, masa depan kita masih panjang. Belom pantes banget buat mikirin cowok! Kita masih pengen ngegapai mimpi2 kita, kan?!”
Oik mengangguk2, lalu melempar senyum pada Agni. Agni membalasnya. Rahmi, Ourel, Gita, dan Cahya tersenyum puas.
%%%

Di asrama cowok, di waktu yang sama…
DOG! DOG! DOG!
“Siapa???”
“Bas! Ini aku, Patton! Balikin kaos dalemku yang kamu pinjem dari jaman pendaftaran sekolah duluuuu!!! Aku mau balik ke Makasar! Itu kaos dalem batik langka!”
“Belom Bastian cuci tuuh!” teriak Bastian santai.
DOG! DOG! DOG!
“Siapa lagi sih???”
“Bas! Ini aku, Cakka! Balikin bed coverku yang aku pinjemin gara2 semua seprai dan selimut kamu kena ompol semuanyaaaaa!!! Itu bedcover aku jahit sendiri! Dari jaman TK baru selesai pas kemaren masuk ICIL!”
“Masih bau ompooollll!!! Udah deh… ikhlasin aja!!!!”
DOG! DOG! DOG!
“ADOOOOOHHH!!! Siapa sih???”
“Bas! Aku Irsyad! Balikin sikat gigiku yang kamu pinjem!!! Dasar jorok! Sikat gigi aja minjem!”
“Alaaaahhh… kalo jorok kenapa diminta lagi?! Abisnya sikat kawatku ilang entah kemana… Makanya gantiin dulu donk sikat kawatku!”
“Bas, ini Abner! Mana handukku?!! Kamu nyolong dari jemuran kamarku kan?! Ngakuuu!!!”
“Busyet dah! Handuk abang becak aja dicariin! Nih!”
Tuuiiinnggg!!!
Selembar handuk mungil melayang dari atas pintu kamar Bastian.
“Gini2 juga berjasa buat aku handukan tiap hari! Daripada kamu, barang2 minjem semuanya!” Abner ngomel.
“Bas!”
“Apalagi?!”
“Balikin koperku! Seisi2nya juga! Waktu itu kamu minjem gara2 ke Jakarta nggak bawa apa2! Balikin!!!” kali ini Obiet.
“Bas! Buku2 pelajaranku, alat tulisku, buku tulisku, tas sekolahku, sepatuku, kaos kakiku, BALIKIN SEMUANYAAAA!!!!” teriak Olin.
“Bas! Balikin semua makanan yang pernah aku kasih ke kamu! Buat snack2 di perjalanan tuuh!!! Kan lumayan!” sekarang Debo.
CEGREEEKKK!!!
Bastian manyun di depan pintu. Semua anak ICIL COWOK standby di depan kamar Bastian dengan panci, sapu, dan kemoceng di tangan.
“Trus yang Bastian bawa pulang apaan??? Masa semuanya hasil minjem??? Masa pulang tangan kosong? Pada tega nih! Jangan ngarang aahh..”
“Yang ngarang tuh siapa, Bas?! Selama ini kamu pingsan?!” Patton mengacung2kan sapu, gemes.
“Ayo balikin… balikiiinnnn!!!”
GRUDUK! GRUDUK! GRUDUK!
Semua ICIL Cowok yang udah nggak sabar buru2 menghambur ke kamar Bastian. Bastian menatap pasrah. “Cak, Pat, Bo, Biet, Ner, Syad, Lin… sisain satuuu… aja buat Bastian…” muka Bastian melas.
Mereka mikir bentar.
“Ooh, ini aja nih!” tiba2 Olin melemparkan sesuatu ke Bastian.
“Lah, bolpen kosong?! Nggak ada kenangannya sama sekali ini! Yang bisa buat kenang2an donk, Guys!” Bastian cemberut.
“Itu kan juga hasil kerjamu, sampe alat tulisku pada abis semuanya!” timpal Olin.
“Ya udah! Nih, ambil aja sikat gigiku! Tapi ntar aja ya, abis aku pake!” seru Irsyad ngakak.
“HUUHH!!! Pada jahat2 semuanya sama Bastian!”
“DEEEEUUUUUU!!! NGAMBEEEEEKKK!”

%%%

Endingnya di chapter 9 loh… So, don’t miss it!

Saturday, April 25, 2009

The StoRy oF iCiL 2 ScHooL . .

The Story of ICIL 2 SCHOOL

“Anak-anak, mulai besok kegiatan belajar mengajar kita akan digabung dengan murid ICIL putri. Kenapa bisa begitu?? Karena kedua asrama kekurangan guru, maka demi melancarkan kegiatan belajar mengajar, komite sekolah memutuskan untuk menggabungkan kegiatan pembelajaran antara siswa putra dan putri di ICIL 2 School ini. Meskipun, untuk asrama, kalian tetap dipisahkan.” Kata Bu Winda di depan kelas. Spontan murid2 cowok langsung teriak2. “HUUUU…!!!”
“Bu, asramanya digabung juga nggak pa-pa!” teriak Bastian, si mungil yang duduk paling belakang.
“Yeee… itu sih maunya kamu! Ngecengin Ourel mulu!” Abner menoyor jidat Bastian. Satu kelas ngakak.
“Sudah.. sudah!! Jangan pada ribut!” Bu Winda menenangkan.
“Tapi, Bu! Kenapa sih pake acara digabung?? Kenapa nggak gurunya aja yang mondar-mandir ke sana- kesini? Kenapa mesti kita2 yang dikorbanin??” protes Cakka, si ganteng yang rupawan itu (laah, apa bedanya ganteng sama rupawan??).
“Memangnya kenapa, Cak? Bukannya bakal lebih seru, kalo temen2 kamu nggak cuma anak cowok, tapi juga cewek?” tanya Bu Winda agak bingung. Dahinya berkerut.
Cakka menaikkan kerah bajunya. “Yaah, Ibu kayak nggak tau aja. Saya ini kan cowok paling keren di ICIL 2 School ini. Ntar kalo anak2 cewek pada naksir saya, trus nggak konsen belajar hanya buat ngecengin saya, yang kena kan saya juga!”
“HUUUUUU…!!! PEDE LOOO!!!” teriak yang lain sambil ngantri buat noyor jidat Cakka. Bu Winda cuman senyam-senyum menyaksikan ulah anak-anak didiknya tersebut.
%%%

“Anak-anak, mulai besok kegiatan pembelajaran ICIL 2 School putri akan digabung dengan ICIL 2 School putra.” Terang Bu Ira di depan kelas, di tempat yang berbeda.
“Kenapa bisa gitu, Bu?” Rahmi mengangkat tangannya.
“Karena kedua asrama kekurangan guru. Maka demi kelancaran, kegiatan belajarnya di gabung. Tapi tenang saja, karena asrama akan tetap dipisah.”
“Yaiyalah dipisah, Buuu…” gumam Agni. Bu Ira yang setengah denger setengah enggak gumaman itu, langsung menoleh ke Agni. “Ya? Ada apa, Agni?”
Agni gelagapan. “Ah.. eh.. eng.. enggak kok, Bu.”
“Bu, terus kelasnya gimana? Apa kita pindah2 dari asrama satu ke asrama yang lain?” tanya Cahya.
“Oh iya! Nanti kelasnya akan digilir, biar adil. Kalo besok disini, berarti lusa disana. Begitu.” Jelas Bu Ira lagi.
Satu kelas membulatkan bibir mereka. Setelah dirasa tidak ada lagi pertanyaan, Bu Ira pun melanjutkan pelajaran.
%%%

Malamnya…
“Cak! Nggak bisa kayak gini nih! Udah enak asrama dan sekolah dipisahin, tapi sekarang malah mau digabungin!” protes Irsyad pas di kamar. Cakka manggut2. Anak2 cowok lainnya juga manggut2.
“Iya. Betul tuh apa kata Irsyad!” Obiet nyambung.
“Tapi, kenapa sih kok kayaknya pada nggak suka kalo sekolah kita digabungin sama ICIL putri? Kan enak, bisa cuci mata…” cerocos Olin polos.
“Olin, cuci mata mah bisa di kamar mandi. Nggak perlu nunggu sekolah kita digabungin sama sekolah anak2 cewek itu.” Terang Patton.
“Tapi, aku juga bingung deh! Kenapa sih kita pake acara nggak suka sekolah kita digabungin sama mereka? Sebenernya mereka lumayan2 loh..” Cakka menggosok2 dagunya, berpikir.
“Jiaaahhh! Pikun! Lumayan nyebelin, iya! Masa’ kamu lupa sih, Cak? Salah satu murid di sana, yang namanya kalo nggak salah Agni, kan pernah nantangin kita berantem!” kata Debo menggebu2.
“Oooo…” bibir Cakka membulat.
“Cuman segitu tanggapannya?” Bastian nyengir.
“Tapi kan… nggak semua anak cewek disana nantangin kita berantem.” Cakka berusaha membela murid cewek.
“Emang iya sih… cuman, aku yakin banget kalo Agni udah ngeracunin pikiran mereka semua, biar ngajak kita berantem kalo ketemu!” jelas Abner lagi. Cakka makin manggut2.
“Cakka! Kok tanggapannya gitu doank, sih?? Jangan mentang2 kamu keren trus jadi ketua kelas, kamu jadi pengen golput dan sok bijak, ya!” seru Obiet keras. Cakka mengedikkan bahu, menarik selimut, dan bersiap tidur.
“Yang merasa keren dan mentang2 ketua kelas tuh siapa? Emang aku udah keren dari sananya kok..”
“YEEEE…!!! KUMAT DEH PEDENYAAAA!” lagi2 mereka semua ngantri buat menoyor jidat Cakka.
%%%
Malam itu di asrama lain…
“HUUHH!” tangan Agni mengepal. Bibirnya mengerucut, jengkel.
“Kamu kenapa sih, Ag?” Oik bingung demi melihat ekspresi wajah temannya itu.
“Besok.”
“Besok kenapa? Kamu udah nggak sabar pengen sekelas sama anak2 cowok itu??” tanya Gita pelan.
“Jiaaahh! Cuih! Nggak sudi!”
“Trus kenapa?” Ourel ikut2an.
“Haduuuhhh!! Kalian ini! Emangnya kalian nggak tau, kalo aku sama mereka tuh musuh bebuyutan?!” Agni marah2. Lima cewek yang ada di dalam kamar geleng2.
“Haduuuhhh!!! Susah deh kalo punya temen terlalu letoy!”
“Haduuuhhh!!! Susah juga deh kalo punya temen terlalu boyish!” seru yang lain nggak mau kalah.
“Kamu mau nantangin anak cowok main basket lagi, apa berantem?” tanya Rahmi berusaha bijak.
“Dua2nya!”
“HAAAHH??!”
“Kenapa hah.. heh.. hah.. heh..?? Biasa aja donk!” Agni masih sensi.
“Kamu gila ya, Ag! Kamu tuh cewek! Sendiri, pula! Mereka berdelapan! Yakin deh, balik ke asrama kamu udah bonyok2!” cetus Cahya geleng2 kepala. Agni membuang napas.
“Yang sendirian tuh siapa? Kita kan berenam.”
“Maksudnya???” yang lain tampak mulai was2.
“Yaaa… kita berenam bakal ngehadapin mereka!” kata Agni bangga.
“HAAAHHH???!”
%%%
“Agni, yang bener donk! Kita tuh anak cewek. Masa’ mau ngelawan anak cowok sih? Lagian kita kan cuman berenam. Mereka berdelapan. Nggak imbang.” Protes Oik besoknya lagi, pas mereka udah sama2 berada di halaman sekolah ICIL 2 School putra yang letaknya emang deket, sebelahan sama sekolahan mereka.
“Alaahh… udah deh! Kalian tuh jadi cewek jangan lemah, jangan mau diinjek2 mulu sama cowok. Kayak aku donk! Biar cewek tetep tangguh! Udah deh.. tenang aja!” Agni berdiplomasi.
“Gimana kita mau tenang, Ag? Tuh liat.. disono tuuh! Keliatan nggak?” Gita menyorongkan dagunya ke satu sudut bagian sekolah itu.
“Keliatan! Keliatan!” teriak Ourel girang.
“Apaan??” tanya yang lain.
“Bastianku chayank…” mata Ourel merem melek sambil senyam-senyum nggak jelas.
“HUUUU..!!”
“Maksudku.. Tuh..! Anak2 cowok yang kamu maksud udah ngintai kita dari tadi! Kayaknya mereka emang udah ada niat balas dendam ke kita deh..” jelas Gita.
“Oke! Siapa takut!” Agni mulai melipat lengan bajunya.
“Aduuhh… Agni! Tunggu bentar deh! Kita2 masih nggak ngerti, sebenernya apa sih yang bikin kalian jadi musuhan gini?? Kita ini satu yayasan di bawah bendera Idola Cilik! Nggak sepantasnya kita berantem2an!” cegah Rahmi sebelum sempat Agni melangkahkan kaki ke sudut yang dimaksud Gita.
“Mmm… sepele sih.” Jawab Agni santai.
“Sepele? Apaan? Mbok ya dimaafin aja..” tukas Cahya.
“Yeee… nggak bisa! Siapapun yang udah berani sama Agni, dia juga yang harus nanggung akibatnya!” Agni ngotot.
“Oke.. oke! Tapi jelasin dulu donk apa masalahnya!” Rahmi masih berusaha sabar.
“Mmm… salah satu dari mereka…” Agni mulai ngejelasin. Yang lain menanti dengan harap2 cemas.
“Yang namanya Cakka…”
“…”
“Waktu itu…”
“…”
“Pernah…”
“…”
“Ngalahin aku main basket!”
Semua ICIL cewek melotot. “Cuman gara2 itu??” Agni manggut2. “Ya ampun… Agni! Kirain apaan! Menang kalah kan wajar!” Oik ngelus dada.
“Tapi aku nggak mau dikalahin! Dia pikir cuman dia aja yang pinter main basket? Dia pikir cuman dia aja yang jago main gitar? Trus, aku dikalahin di depan temen2nya pula! Sukses deh bikin malu aku!” Agni mencak2.
“Kalo gitu kenapa kamu ngajakin dia tanding?” Gita masih penasaran.
“Bukan aku! Tapi mereka yang tiba2 aja lewat ke halaman sekolah kita. Trus Cakka yang ngeliat aku main sendirian, ngajakin tanding. Ya aku terima aja! Aku pengen ngebuktiin ke mereka, bahwa biarpun aku cewek, tapi aku juga setangguh mereka!”
PLOK! PLOK! PLOK!
“Oh… masih punya nyali juga toh…” sebuah suara yang Agni kenal mengganggu diskusi anak2 itu. ICIL cewek menoleh ke sumber suara. Anak2 ICIL cowok terlihat sedang melangkahkan kaki ke arah mereka.
“Nah, itu yang namanya Cakka.” Agni berbisik ke ICIL cewek sambil menunjuk seorang bocah laki2 yang tampak lebih menonjol dibanding lainnya.
“Waahh… keren ya, Ag! Tapi masih kerenan Bastiankuuu…” seru Ourel berbinar. Agni nyengir.
“Agni. Kalah dengan skor telak. Cewek tangguh yang ‘katanya’ jago basket dan main gitar.” Kata Cakka lagi, masih nyindir2 Agni. Agni menatap tajam ke mata Cakka. Oik dan Rahmi menelan ludah. Cahya ngumpet ke belakang Gita. Sementara Ourel sibuk dada-dada sama Bastian.
“Iya. Trus kenapa?!” tantang Agni.
“Trus kenapa? Mestinya aku donk yang tanya ke kamu, kenapa kamu bawa2 temen2 kamu ngungsi ke sekolahan kita2?? Nggak punya malu, ya!” kata Cakka nyinyir. Tangan Agni udah mengepal, tapi kepalan itu buru2 direnggangkan oleh Rahmi.
“Kamu tuh emang nyebelin ya! Yang nggak punya malu tuh kamu! Beraninya sama anak cewek!!” Agni mulai emosi.
“Malu?? Buat apa?? Kalo ceweknya sok tangguh kayak kamu sih, berasa ngadepin cowok biasa aja. Kamu ngerasa tangguh kan?” sindir Cakka lagi. Anak2 ICIL cowok pada ngikik, kecuali Bastian yang emang dari tadi ngikik berdua sambil kiss bye sama Ourel.
“Eh, jangan sok belagu deh! Pake ngata2in aku sama temen2 ngungsi ke sekolahanmu! Besok juga kalian pada ngungsi ke sekolahanku! Ya nggak, temen-temen?!” Agni berusaha mencari dukungan. ICIL 2 manggut2, tanpa bersuara.
“Duuh… letoy amat sih..” Agni mendesah.
“Trus kamu masih nggak terima sama kekalahan kamu waktu itu?!” serbu Cakka lagi. Agni ngangguk mantap.
“Udah! Ajakin tanding ulang aja, Cak! Dia kan bawa pasukan tuh!” Irsyad menghasut.
“Jangan! Kita rebutan gelar tinju aja! Pasti seru deh rebutan gelar tinju sama anak cewek!” kali ini Obiet.
“Waduh, ntar anak orang babak belur, kita yang diuber polisi! Jangan, Cak! Ajakin balap karung aja!” suara Debo.
“Kok balap karung?? Emangnya tujuh belasan? Jangan, Cak! Lomba masak aja gimana??” Patton ngusul.
“Jiaaahhh… lomba masak! Kenapa nggak sekalian lomba merias wajah?” Olin nyambung.
“Kalo lomba merias wajah, pasti kita yang kalah! Mending lomba masukin pensil ke dalam botol aja. Lomba kelereng juga keren tuh!” Abner nyusul.
“Lomba apapun… yang pasti Bastian dukung Ourel…” Bastian ngikut.
“WOI! WOI! WOI! Pada sinting kali ya! Kenapa jadi nyasar ke lomba tujuh belasan?!” Cakka sewot. ICIL cowok pada nyengir. Sedangkan ICIL cewek pada ngikik menyaksikan perdebatan panjang itu.
“Udah.. udah.. udah! Jadinya gimana nih?! Bentar lagi masuk kelas tuh!” seru Agni nggak sabaran.
“Agni, aku nggak mau ikutan kalo kamu pengen tanding basket ato berantem sama mereka. Aku nggak mau ikutan jadi satu tim sama kamu! Aku nggak bisa basket dan nggak bisa berantem. Ngerti?” cetus Oik sembari berbisik.
“Aku juga.” Kata Rahmi.
“Aku sama Cahya juga.” Sambung Gita.
“Ourel ngikut deh.”
“Lah, kalian tega amat ninggalin aku sendirian??? Ntar aku dikeroyok mereka gimana???” tampang Agni berubah memelas.
“Kalo kamu mau kita dukung jadi satu tim, pilih pertandingan yang kita2 bisa aja! Main bekel misalkan. Ato lompat tali? Lomba fashion show?” usul Oik.
“Jiaaahhh… kita diajakin lomba gituan, Cak!” Obiet ngakak.
“Yeee… bolehnya sewoottt! Namanya usul juga!” Oik sebel.
“LOMBA BAYI SEHAT!” cetus Ourel cuek. Semua nyengir.
“Kalo gitu yang ngewakilin kamu sama Bastian aja! Sama2 anak bayi!” Agni jadi jengkel. Anak2 diajak ngomong pada nggak serius.
“Jangan donk! Ntar yang ada bukannya bersaing, malah pacaran! Ganti aja wakilnya!” Cakka kebawa suasana.
“Lah, kenapa jadi ngikut arus ke lomba bayi sehat???” Bastian bengong.
TEEETTTT… TEEETTT… TEEETTT…!!!
“Tuh kan! Udah bel! Ya udah… lanjutin nanti aja!” Agni and the gank melangkah masuk ke kelas. “Tunggu! Tunggu!” teriak Agni tiba2. ICIL cewek spontan ngerem mendadak.
“Watsap, Ag?” tanya Cahya.
“Ini beneran kelas kita bukan, sih?” Agni agak ragu. Yang lain ikutan melongok dan celingukan di dalam kelas.
“Mana kita tau? Sekolah di sini aja belom pernah.” Sahut Gita.
“Tanya mereka gih…” suruh Rahmi sambil menunjuk pada anak2 cowok yang mulai masuk ke kelas masing2.
“Ogah ah! Kamu aja, Rel! Kan pacar kamu ada disitu! Masa’ aku sih? Gengsi lah yaw!” Agni mendorong2 punggung Ourel.
“Ogah! Kamu aja, Ag! Ntar kalo aku dikerubutin mereka, siapa yang mau tanggung jawab??? Kalo kamu kan nggak mungkin. Mereka pasti mikir ribuan kali buat ngapa2in kamu!”
“Gila! Emangnya mereka mau ngapain aku?! Udah deh… dasar cewek2!” akhirnya Agni yang maju menemui anak cowok terakhir yang masuk ke kelas.
“Woi! Tanya donk!”
“Tanya apa???” ternyata yang ditanyai Agni si Bastian yang lagi merem melek, ngedip2in bulu mata nggak jelas.
“Kelas kita dimana??”
“Kita? Lo aja kali, gua enggak!”
“Serius!” Agni mulai mengepalkan tinjunya, nggak sabar. Bastian nyengir. “Santai, bro! Tuh! Di belakangnya pohon pete tuh kelas kalian! Selamat mengikuti pelajaran…”
“Oh, oke… thank’s!” Agni langsung kembali ke teman2nya. Sementara Bastian sibuk dijitakin sama ICIL cowok.
“Kenapa dikasih tau??? Biarin mereka nyasar!!!” jitakan pertama, dari Cakka.
“Tau nih! Mentang2 ceweknya disitu!” sekarang Patton.
“Emang dasar nepotisme!” Irsyad ikutan.
%%%

CHAPTER 2

Siangnya, pas istirahat…
Agni and the gank keluar dari sisi barat lapangan basket. Sedangkan Cakka and the gank keluar dari sisi timur lapangan basket. Bertemu di tengah2, pohon kelapa… Eh, salah! Maksudnya mereka bertemu di tengah2 lapangan.
“Gimana?? Udah dapet ide mau nantangin aku apaan?” tanya Cakka santai sambil melipat kedua tangannya ke dada. Agni ketawa sinis. “Udah-lah! Emangnya kamu sama temen2 kamu itu, yang nggak pernah pake otak kalo ngasih ide?!” cetus Agni nyinyir.
“Waduh! Sialan nih cewek! Hajar aja, Cak!!” Obiet menggeram.
“Weits, jangan.. jangan! Kita2 ini dikenal sebagai cowok2 keren nan baik hati! Jangan main hakim sendiri!” cegah Debo.
“ADOOOHHH!! Debo! Bilang aja kalo kamu itu ngebelain cewek2 nggak jelas itu, kan?!” sungut Obiet.
“Wuidiiihhh… kayak nggak ada cewek yang lebih menarik aja daripada mereka!” Debo membela diri.
“Udah! Udah! Kami2 ini cuman mau ngutarain ide kami! Yang jelas kita semua, termasuk kalian, pasti bisa ngikutin tantangan ini dengan baik!” Oik berusaha menengahi.
“Bisa yakin gitu???” Cakka masih sinis.
“Jelaslah kami yakin! Orang tantangan kami ini cuman dance kok!” kata Agni pede. Cakka and the gank mengerutkan keningnya, lantas ketawa ngakak.
“Dance??? Jelas kami bisa-lah! Itu mah keciiilll…” Cakka menyentil ujung jari telunjuknya.
“Dance doank?! Nggak ada yang lebih menantang?!” Patton sok jago.
“Jangan sok jago deh kalian… Belum tentu juga kalian bisa nyaingin kami! Waktunya cuman 3 hari. Urusan pelatih, kalian bisa pake pelatih tari dari sekolah kita. Kalo kami sih udah pilih… Uncle Jo!” jelas Gita.
“HAAAAHH?! Uncle Jo??? Kalian gila ya?! Uncle Jo kan pelatih tari di sekolahan kami! Enggak.. enggak! Setiap tim harus pake pelatih tari dari sekolah masing2!” Cakka mengelak. Agni and the gank gantian ngakak.
“Kalian lupa??? Bukannya waktu tengah2 jam pelajaran tadi, Bu Winda, yang notabene dulu KepSek kalian, berkoar2 lewat radio sekolah bahwa sekarang yang namanya guru anak ICIL Cowok, berarti juga guru anak ICIL Cewek! Begitupun sebaliknya! Dan gedung sekolah ini sekarang jadi milik kita semua! Kepseknya pun kepsek bersama!” jelas Rahmi menggebu. Napas Cakka and the gank terdengar memburu. Bibir mereka maju. Matanya merah. Dari idung dan kuping keluar asap. (Kayaknya bagian ini terlalu lebay dehh…).
“Nggak! Nggak bisa! Nggak ada guru tari sehebat Uncle Jo di ICIL SCHOOL COWOK ini! Kalian nggak bisa tiba2 aja menginvasi Uncle Jo dari tangan kami!” teriak Irsyad geram.
“Irak kalee… diinvasi! Kenapa nggak??? Uncle Jo juga mau2 aja kok waktu kami minta tadi…” kata Cahya cuek. Cakka and the gank makin melotot.
“Jadi kalian udah bilang ke Uncle Jo??? Kenapa nggak tanya ke kita2 dulu??? Belum tentu juga kami setuju sama tantangan kalian itu!” Abner mendesis.
“Kami cuman bilang ke Uncle Jo, mau nggak dia ngelatih kami nari buat ngelakuin suatu tantangan, kalopun tantangan itu jadi! Dan dia mau2 aja kok!” jelas Agni santai.
“Kalo gitu, tantangan dance nggak jadi aja! Kita ganti!” sahut Cakka mantap.
“Nggak bisa gitu donk! Kalian tadi udah setuju! Lagian juga udah ada perjanjian bermaterai yang dicap jempol salah satu anggota kelompok kalian!” Oik ngotot. Cakka and the gank bingung. “Cap jempol??”
Oik mengangguk2 mantap, seraya mengeluarkan selembar kertas putih dari sakunya. “Nih! Bastian yang nyetujuin perjanjian ini!” Oik menyodorkan kertas bermaterai dengan cap jempol gede di pojok kanannya. Cakka berusaha merebut kertas itu. Tapi… “Eits! Langkahin dulu mayat Ourel kalo pengen kertas ini!” kata Oik sambil ngumpetin kertas itu di balik punggung.
“Kok mayat Ourel sih?? Ourel kan belom mau matiii…” Ourel mencak2. Bastian maju buat menenangkan Ourel.
“Tenang, Ourelku… Kalo kamu mati, Bastian ngikut…” trus dua anak itu ngikik bareng2.
“Bastiaaannn…” hidung Cakka kembang kempis. Matanya melotot. Kepalanya berasap. Tangannya mengepal.
“Cak.. Cak..! Tenang! Bastian… Bastian nggak tau kalo… kalo itu surat perjanjian! Beneran deh! Tadi waktu berpapasan sama Ourel di toilet, Ourel nyodorin kertas gitu. Dia minta cap jempol Bastian, soalnya dia sendiri tau kalo tandatangan Bastian wujudnya cuman segitiga sama sisi. Karena yang minta Ourel, Bastian kasih aja. Bastian pikir itu buat kenang2an. Biar kalo Ourel kangen, bisa ngeliat cap jempol Bastian.” Bastian membela diri.
“Tapi jempol kamu gede amat, Bas?? Mungil gini jempolnya bengkak.” Cakka tampak serius dan heran mengamati cap jempol Bastian di kertas itu. Bastian melotot.
“Itu jempol kakiku.” kata Bastian agak malu.
“Jempol kaki?????” dan meledaklah tawa ICIL Cowok. ICIL Cewek berusaha nahan ketawa, tapi tetep aja nggak bisa.
“Iya! Emang kenapa?! Berarti surat perjanjian itu nggak sah tho?!” Bastian berusaha pede dengan membusungkan dadanya.
“Iya.. iya! Hwakakakakak… Nggak sah! Hwakakakakak.. kan.. kan.. Jempol kaki… HWAKAKAKAKAKAK!!!” Cakka kepingkel2 sambil nahan tangis. Yang lain sampe ngglesot2 ke tanah. Bastian malu sendiri.
“Nggak sah gimana??? Kamu lupa Bas? Tadi kan Ourel nggak cuman minta cap jempol kaki kamu, tapi juga cap jempol tangan kamu!” Oik kembali mengeluarkan selembar kertas dari sakunya. Ditunjukkannya kertas itu ke hadapan Cakka and the gank.
“Bastiaaannn…” kali ini yang menggeram dan mengepalkan kedua tangan nggak cuman Cakka, tapi semua ICIL Cowok. Bastian nyengir, tangannya menarik2 tangan Ourel.
“Haduuuhhh! Bastian! Hadapi dengan gentle donk! Jangan ngajak2 Ourel ke kemaksiatan!” Ourel menepis tangan Bastian.
“BASTIAAAAAANNNN!!!”
%%%

“Yang bener aja donk! Masa’ kita mau diajarin sama Om2 kemayu itu??? Udah deh… kita latihan sendiri aja!” Cakka and the gank ngintip2 dari balik kantor guru.
“Latihan sendiri??? Gurunya kamu lagi??? Ogah ah! Yang ada ntar malah jaipongan kayak waktu itu!” Olin mengelak.
“Yeee… terus gimana donk?! Kalo kita diajarin sama Om2 kemayu itu, yang ada kita malah lebih parah lagi! Diliat dari tampangnya sih, paling enggak dia udah ada rencana ngajarin kita nari perut! Mau???” Cakka nakut2in.
“Weleh, Cak! Segitunya amat! Udah deh… kita coba aja dulu. Siapa tau Om2 itu bisa ngajarin kita breakdance!” Patton menenangkan.
“Emang sialan tuh cewek2! Kenapa sih harus selalu kita yang ngalah dari makhluk kayak mereka??” Cakka ngomel2.
“Karena mereka terbuat dari tulang rusuk kita. Kitalah yang harus melindungi mereka.” Jelas Bastian sambil menerawang jauh. Jauuuhhhhh…. banget sampe mesti naek busway!
“Lah, nggak diajak ngomong nyosor aja! Kalo ngomongin cewek langsung deh matanya berbinar2! Ini urusan kita gimana, Bas?? Gara2 kamu kita ketiban sial gini, mesti minta dilatih sama Om2 kemayu itu!” Cakka masih ngedumel.
“Namanya Om Dave, Cak… Bukan Om2 kemayu. Lagian, Bastian kan udah minta maaf. Kalian semua pada jahat sama Bastian. Hiks!” Bastian menitikkan airmata buaya.
“Deeeuuuu!!! Memble! Ya udah.. ya udah! Kita lupain yang tadi. Terus sekarang urusannya gimana?” Cakka berusaha bersabar.
“Udahlah, Cak! Kita coba dulu! Jangan su’udzon-lah… Siapa tau kemayu2 gitu ternyata jago debus?! Hayooo…” kata Irsyad menenangkan.
“Ehem! Siapa yang kemayu?” Saking asyiknya ngobrolin Om Dave, mereka sampe nggak sadar kalo di belakang mereka udah ada Om Dave yang asli! (Lah, emangnya yang diintipin tadi Om Dave yang palsu?!). Cakka and the gank menoleh ke sumber suara. Nyengir.
“Eh, Om2 kemayu…” Cakka keceplosan. “Upss! Om.. Om.. Dave… Hehehe….” Cakka cengengesan, trus noleh ke Abner, “Kenapa nggak bilang???”
“Mana aku tau, Cak! Biarpun paling belakang, aku juga pengen ngintipin Om2 itu!” Abner membela diri.
“Kenapa ngintipin saya gitu?? Nggak pernah liat orang ganteng?” Om Dave berkacak pinggang.
“Aah… siapa bilang Om? Tiap hari saya juga liat orang ganteng. Tuuh, muka saya di kaca!” Cakka narsis. Yang lain ngantri buat noyor jidat Cakka.
“Emangnya ada perlu apa sih ngintipin saya? Mau ngajak kenalan?” Om Dave gantian narsis, sambil sibuk memeriksa kuku2nya yang bujel.
“Wuiiddiiihhh… gede rasa juga Om ini! Iya juga sih sebenernya. Tapi point pentingnya, kami… kami… pengen Om ngelatih kami ngedance. Buat ngikutin sebuah tantangan.” Jelas Debo. Om Dave mengerutkan kening.
“Tantangan?? Tantangan apaan??”
“Tantangan… ada deh! Pokoknya tantangan!” Cakka masih merahasiakan.
“Ooh… Oke! Sekarang kalian ikut saya ke Aula!” perintah Om Dave, sembari dibuntutin ICIL Cowok.
%%%

“Hihihi… Biar tau rasa mereka! Makanya, jangan macem2 sama Agni.” Agni mengintip dari jendela kelas.
“Kok jangan macem2nya sama Agni doank?? Sama aku juga donk! Kan aku yang tadi udah susah payah berdiplomasi sama mereka. Coba kalo nggak ada aku, gimana nasib tuh surat perjanjian?!” Oik ngotot.
“Iya! Aku juga!” Rahmi ngikut.
“Aku juga ikut andil ngebelain tantangan itu loh!” Cahya nyambung.
“Aku juga jangan dilupain!” Gita nyamber.
“Ourel juga dehh…”
“Yeee… Ourel mah nggak ada andil2nya sama sekali!” Agni manyun.
“Kok gitu??? Yang mintain cap jempol kaki sama tangannya Bastian siapa??? Belom tentu juga kalo kalian yang minta, Bastian mau ngasih! Mana kakinya bau lagi!” Ourel misah-misuh.
“Oke! Oke! Semua punya andil! Yang jelas sekarang kita mesti bersyukur, dapet Uncle Jo duluan! Berabe deh kalo diajarin Om Dave!” mata Agni berkilat2.
%%%

CHAPTER 3

“Yang ini gerakan Jangkrik Nungging. Patton, tangannya di turunin lagi! Jangan sibuk ngupil! Biarpun kamu ada di belakang saya, tapi saya liat kamu lagi ngapain aja! Yaa… betul begitu! Nah, kalo yang ini gerakan Semut Ngangkang. Ayo.. ayo! Bastian, kaki kamu kurang panjang!” Om Dave teriak2.
“Kaki saya emang segini, Om!” Bastian misah-misuh. Yang lain ngakak.
“Nah, sekarang ini gerakan Gajah Nyungsep! Ayo, Cakka! Bokongnya kurang nungging! Dan yang ini… Curut Kejepit! Ayo, Obiet! Mukanya kurang sengsara! Bayangin aja kamu itu curut yang lagi kejepit pintu lift! Rasanya gimana tuuh?!” Om Dave masih sibuk melatih anak2 ICIL cowok.
Yang lain nyengir. Patton berbisik ke Cakka, dengan posisi badan mlengse kesana-kemari. “Cakka! Yang bener aja! Masa’ kita diajarin gerakan kebon binatang?! Dia tau aja lagi kalo aku lagi nyelesein hobiku ngupil!”
“Iya nih! Aku juga bingung! Badan udah dilipet2 gini masih aja bilang bokong kurang nungging!”
“Pantesan aja ICIL cewek pada ogah diajarin sama guru tari mereka sendiri!” curhat Debo.
“Wooiii!!! Kalian lagi pada diskusi hasil pemilu??? Ribut sendiri!” Om Dave berkoar2. Mereka langsung mingkem.
“Eh.. kita protes aja yuuk!” ajak Abner sembari berbisik.
“Boleh2! Kita langsung santai2 aja, nggak usah ngelanjutin latihan!”
Dan akhirnya mereka pun duduk2 di lantai aula. Sementara Om Dave tampak serius menerangkan gerakan2 lainnya, seperti: Kucing Ngesot, Kutu Ngepot, Kadal Nyusruk…
“Welah dalah! Kenapa pada santai2 gini?! Kalo mau istirahat bilang saya dulu, jangan sepihak gitu donk!” Om Dave kaget demi melihat ICIL cowok pada bersimbah keringat dengan selonjoran di lantai, serasa aula rumah sendiri.
“Om Dave tuh ngajarin gerakan dance dari planet mana sih?? Aku rasa dari planet flora fauna nih!” Olin misah-misuh.
“Weeiii… weeiii… weiii!!! Kurang asem! Saya ini udah berkecimpung di dunia koreografi lebih dari 10 taun! Jangan pada menghina gerakan ciptaan saya yaa!!” Om Dave ngamuk2.
“Yang bener aja donk, Om! Masa’ kita mau ngikutin tantangan dengan dance berantakan kayak gini?! Apa kata dunia???” teriak Obiet.
“Haduuhhh!! Kalian ini anak cowok emang pada cerewet kayak ibu2 ngantri elpiji yaa! Terus kalian mau yang kayak gimana???”
“Sssttt… Cak! Kita latihan sendiri aja deh! Aku nggak yakin dia bisa menuhin keinginan kita.” Bisik Bastian.
“APAAAA???? KALIAN MAU LATIHAN SENDIRI???? KALO BEGITU NILAI TARI SEMESTER INI MINUS 50%!!!” Teriak Om Dave dengan amarah membara.
GUBRAAAGGGG!!!
Jelas aja semua anak ICIL cowok shock! Selama ini nilai tari mereka paling banter cuman 5! Dikurangi 50% berarti cuman 2,5 donkk??!!!
“Yaaah… kok gitu sih, Om??? Kan nggak ada hubungannya sama pelajaran..” Irsyad lemes.
“Tapi secara tidak langsung kalian menghina saya! Biarpun baru semester ini saya jadi guru kalian, tapi saya nggak sudi diperlakukan semena-mena sama kalian!” mata Om Dave mulai berkaca2.
“Loh.. loh.. loh! Kok nangis??? Haduuhh… masa’ cowok nangis???” Cakka ketar-ketir.
“Aku bukanlah Superman… aku juga bisa nangis… bila kekasih hatiku… pergi meninggalkan aku…” Om Dave bersenandung dengan terisak.
“Jiaaaahhh… itu episode lama, Om! Drama Musical KISAH ROMAN ICIL 2 udah berakhir!” Cakka ngikik.
“Udah deh… gini aja! Kita votting ya, Om! Maunya kita2 ngedance yang kayak gimana?? Setuju????” usul Patton.
“SETUJUUUUUUUUUU!!!!!!!”
%%%

“Dansa!”
“Dansa lagi!”
“Salsa!”
“Dansa.”
“Salsa.”
“Nari Saman.”
“Salsa.”
“Salsa lagi.”
“Oke! Berarti kita sepakat akan latihan SALSA ya!” cetus Om Dave setelah tau hasil akhir penghitungan suara.
Loh, kok dance yang divoting kayak gini semua???, batin Cakka. Tangannya menyikut2 Obiet di sebelahnya. “Biet, kok dancenya kayak gini semua??”
“Mana aku tau? Aku nyontek pilihan Olin kok!”
“Kamu nyontek apaan? Masalahnya aku juga nyontek kamu!” Cakka panik.
“Kalo nggak salah aku nulis SALSA deh… aku juga nggak tau jenis dance apaan tuh!”
“Olin! Kamu emangnya tau SALSA tuh jenis dance apa???” Cakka melongokkan kepalanya ke Olin yang duduk agak ke tengah. Olin geleng2 kepala. “Aku nyontek Debo.”
“Debo, kamu nyontek siapa??” tanya Cakka ke Debo.
Debo mengarahkan telunjuk ke orang yang duduk paling tengah. Bastian.
“Bas, SALSA jenis dance macem apa sih??? Kamu pernah liat gitu???”
“Pernah. Mamaku kan tiap hari latihan salsa sama ibu2 seRT. Jadi aku udah lumayan apal-lah sama gerakan2 dasarnya!” Bastian nyengir dengan PDnya. ICIL Cowok di sisi kiri Bastian melotot penuh emosi.
Patton yang duduk di ujung kanan Bastian menyodok2 lengan Abner di sebelahnya. “Abner, kamu milih apa tadi???”
“Aku nyontek Irsyad. Kalo nggak salah DANSA sih…” jawab Abner.
“Aku juga nyontek kamu, Ner!” sesal Patton.
“Eh, emangnya Irsyad nyontek siapa??” tanya Patton lagi.
“Aku nyontek Bastian kok, Ton!” jawab Irsyad langsung.
Langsung deh sisi kanan dan kiri Bastian melotot ke tengah secara bersamaan. Bastian nyengir. “Tapi aku nggak jadi milih dansa dan salsa kok! Tapi nari saman… hiiiii! Piss!” sebentuk huruf V nangkring dengan manis di jari2 Bastian.
“Pake nyengir lagi! Kertas yang tadi mana???” serbu Irsyad dan Debo yang duduknya pas di sebelah Bastian.
“Aku buang. Abis… kalian pada nyontek sih! Kan nyontek dilarang!”
TAK! TAK! PLETAK!
Belasan sepatu mampir ke pitak Bastian.
%%%

“Duuh, Bastian! Kok bisa jadi gini sih?! Temen2 kamu emang pada tega ya!” Ourel mengusap2 pitak Bastian. Bastian masih menangis tersedu2, istirahat jam berikutnya.
“Huhuhu… mereka emang suka jahatin aku, Rel! Tapi aku juga nggak mau kehilangan mereka. Selama ini merekalah yang suka nraktir aku makan di kantin, yang bayarin utang2ku, bahkan yang nyuapin aku… Kadang2 mereka juga yang nyuciin ompolku…” Bastian masih ngadu ke Ourel. Agni and the gank ngeliatin dengan melas.
“Kamu juga sih, Bas! Lagi serius malah dibuat becanda…” sahut Rahmi.
“Aku nggak becanda kok! Aku beneran cuman tau dance2 jenis itu doank! Lagian salah mereka sendiri pake acara nyontek surat suaraku.” Bastian membela diri.
“Pemilunya udah kemaren2, Bas…” sambung Oik berusaha sabar. Rasanya pengen ikutan ngejitak pitaknya Bastian yang pinter berkelit.
“Ya udah gini aja. Kamu gabung aja ke tim kita. Jadi kan imbang. 7 lawan 7. Gimana?” tawar Agni. Mata Bastian berbinar.
“Tapi kalian bisa ngegantiin posisi mereka di hatiku nggak?”
“Maksudnya???” Gita garuk2 kepala.
“Ya kayak yang aku bilang tadi… nraktir aku, bayarin utang2ku, nyuapin aku, nyuciin ompolku…”
“YEEEEEE…. Nggak sudi! Mending balik aja sono ke temen2 kamu!” ICIL Cewek ikutan ngejitak pitak Bastian.
%%%

“Tu.. wa.. ga.. pat! Ayo! Satu.. dua.. tiga.. empat! Satu.. dua.. tiga.. empat!” Om Dave semangat sambil terus tepuk tangan. Sementara anak2 ICIL cowok pada menyiapkan diri untuk per’pingsan’an.
“Ayo donk yang semangat! Kenapa jadi lembek gini?!” seru Om Dave makin semangat.
“Pssttt! Cak! Bastian mana seh?” bisik Debo di sela2 latihan salsa. Matanya bolak-balik mengawasi Om Dave, takut ketahuan.
“Mana kutahu… kau yang tak jujur padaku..!” sahut Cakka sambil sibuk ngikutin gerakan Salsa.
“Nyanyiiii… mulu! Tadi bilang sendiri kalo episode yang itu udah berakhir! Tamat! The end!”
TOK! TOK! TOK!
“Masuk!”
Sesosok bocah cowok mungil masuk ke ruangan sambil megangin pitaknya yang nyut2an. “Maaf, Om Dave. Saya terlambat.” Kata Bastian.
“Darimana aja??? Oia, kamu kan satu2nya murid yang ngusulin nari saman??? Siapa nama kamu?? Bastian kan???” Om Dave melotot.
“Iya, Om. Abisnya, saya kan penasaran sama nari saman. Kayaknya seru deh plak-plok-plak-plok gitu. Kalo yang kepilih dansa sih, saya maunya pasangan saya si Ourel. Tapi kalo yang kepilih salsa, saya juga nggak pa-pa. Saya udah biasa liat mama saya latihan salsa kok!” promosi Bastian.
“Kenapa kamu jadi promosi??? Udah sana… masuk ke barisan!” perintah Om Dave. Bastian manut. Dia masuk ke barisan di belakangnya Olin, di depannya Patton, di samping kiri Irsyad dan di kanannya Obiet.
“Psstt! Darimana aja, Bas?? Nglayap aja! Pasti ngapelin Ourel kan?!” tuduh Obiet.
“Iya! Emang kenapa?! Daripada ngapelin kalian?! Pada jahat2 semuanya sama Bastian!” Bastian masih manyun.
“Jiaaaahhh… ngambek! Santai donk, bro! Jas kidding… jas kidding! Ntar nggak kita2 manjain lagi loh…” sambung Patton. Bastian mikir.
“Gimana??? Udahan nggak ngambeknya??? Ngomong2, ompol kamu tadi di asrama udah ada yang nyuciin belom yaa??? Hari ini giliran siapa sih???” Patton mengiming2i.
Bastian ngelirik ke Patton. “Cakka.”
“Apaan???” Cakka kaget demi mendengar namanya disebut2.
“Kamu yang tugasnya nyuci ompol Bastian hari ini, Cak!” Obiet ngingetin.
“Iya! Iya! Apes amat sih hari ini!” Cakka ngedumel. Bastian kembali cengengesan.
“Ayo jangan pada cerewet! Kita lanjut lagi dancenya!” teriak Om Dave makin menjadi. Tapiii…
GUBRAAAGGG!!!
“Loh? Loh, kok pada pingsan ini kenapa??? Aduuhhh… bangun donk! Masa’ cuman latihan salsa aja pada pingsan sih???” Om Dave panik kala menyaksikan para ICIL Cowok berceceran (lah? pingsan massal, Om!) di depan matanya.

%%%


“Tu.. wa.. ga.. pat! Tu.. wa.. ga.. pat! Ayo! Ayo!” Uncle Jo sibuk mengatur latihan ICIL Cewek di ruangan lain. ICIL Cewek tampak semangat mengikuti sesi latihan siang itu.
“Nah, kita ngintipin latihan mereka dari sini aja. Emang mata2 yang tokcer deh kita ini!” Cakka mengendap2 dari luar jendela kelas.
“Emangnya mau ngapain sih kita ngintipin? Bukannya kita udah dilatih Om Dave?” Irsyad nggak ngerti.
“Halaahh… udah deh! Siapa tau aja ada gerakan mereka yang bisa kita tiru! Itung2 ada yang keren dikit dari keseluruhan gerakan salsa yang aneh itu!” jelas Cakka. Mereka pun kembali ngintipin lewat jendela.
“Duh, Ourel cantik abiisss…” Bastian bergumam. Cakka and the gank menoleh. “Yang kamu kenal cuman Ourel doank ya, Bas??? Apa nama mereka emang Ourel semua???” sindir Abner.
“Ya enggaklah! Yang Ourel tuh yang baju merah itu lho! Yang rambut panjang trus dikuncir dua! Tahun lalu dia menang lomba mewarnai. Waktu itu aku juara kedua, dia pertama.” Bastian nunjuk2.
“Ooh… yang pesertanya anak playgroup semua itu???” tanya Olin. Bastian tersipu2. Yang lain ngakak.
“Nah, kalo yang pake jilbab itu namanya Rahmi. Dia jago baca puisi. Suaranya juga keren.” Yang lain manggut2.
“Kalo yang kurusan, rambutnya panjang, namanya Gita. Dia punya suara yang bagus, nurun dari mamanya.” Ngangguk2 lagi.
“Yang baju putih, kulitnya kecoklatan, namanya Cahya. Dia juga punya suara yang nggak kalah kerennya kok! Oia, dia sama Gita sering ikut lomba nyanyi tingkat RT.” always ngangguk2.
“Nah, yang rambutnya pendek, trus galak dan nantangin kita, itu namanya Agni. Pasti udah pada kenal toh?? Dia jago basket, jago ngegitar, juga jago berantem.”
“Trus yang satu lagi??? Yang agak sipit trus manis itu??” tunjuk Cakka.
“Oh, kalo itu Oik. Dia mayoret di sekolahnya. Selain itu, dia juga sering ikut lomba modeling.”
“Ooh…” mereka ber’ooo’ ria.
“Jangan kira anak2 ICIL Cewek nggak punya kelebihan ya! Mereka tuh sering banget berprestasi!” jelas Bastian lagi, memihak ke ICIL Cewek.
“Kenapa kamu jadi ngebelain mereka???” Cakka manyun.
“Tau nih! Lagian yang sekolah di ICIL SCHOOL kan emang yang suaranya terpilih! Wajar donk kalo mereka punya suara bagus!” cetus Debo.
“Tapi disamping punya suara yang bagus, mereka juga punya kemampuan lain. Kayak Oik dan Rahmi. Dan Ourel tentunyaaa…. Hehe!” Bastian nyengir.
“HUUUUU!!!”
Terus mereka menyingkir dari jendela itu.
“Mau pada kemana nih???” Bastian ngintil.
“Mau ke asrama! Tidur! Knapa? Minta dikelonin???” sembur Patton.
“OGAH! Eeh.. tugas Cakka hari ini gimana??? Jangan lupa loh, Cak!” Bastian ngingetin Cakka.
“Apaan???” Cakka pura2 nggak ngeh.
“Itu… Seprai kasur Bastian belom diganti…” kata Bastian sambil kembali melanjutkan aksi ngintip-mengintipnya. Sesekali dia nyengir2 kayak orang gila di jendela.
“Iya! Iya! Jadwal nyuci ompol aja inget!” Cakka ngedumel. Rasanya pengen dimakan sekalian aja tuh pitaknya Bastian!


CHAPTER 4

Besoknyaaa… Giliran ICIL Cowok ke sekolah ICIL Cewek…
“Kamu makannya apa?? Pete! Saya semur jengkolnya… Oke! Dudidudidamdam… dudidudidam… dudidudidamdam… dudidudidam…” Oik bersenandung sambil tangan mungilnya sibuk menyapu teras kelas mereka. Hari ini emang jadwal Oik yang piket kelas. Sebenernya sama Ourel juga.
Cuman, Ourel lagi sibuk naliin sepatu dibantu sama ICIL Cewek lainnya di asrama. Maklumlah… sepatunya Ourel kan sepatu kaca. Karena Ourel ngotot pengen pake tali sepatu, sedangkan sepatunya itu sepatu teplek dengan bahan dasar kaca nako, dan Ourel nggak mau berangkat sekolah kalo talinya belom ketemu, alhasil mereka bergotong royong nyariin di bagian mana tali sepatu Ourel tersembunyi. Oik mah ogah! Dicariin ke ujung dunia pun nggak bakal ketemu, kaleee…!!!
DRAP! DRAP! DRAP!
JDUUUKKK!!
“AAAWWWW!!!” Oik jatuh terduduk di lantai. Ternyata Oik nggak sendiri. Sosok yang menabraknya juga terduduk di lantai. Oik dan sosok di depannya sama2 mengusap2 jidat mereka masing2. Sambil meringis dengan mata sedikit disipitkan, Oik berusaha mencari tau siapa yang tadi tiba2 menabraknya.
“Woi! Lari tuh pake mata donk!” sungut Oik jengkel. Orang di depannya juga lagi meringis.
“Dasar bego! Lari tuh pake kaki! Nggak pernah ngincipin Taman Kanak2??”
“Kamu tuh yang bego! Di sini bukan tempat buat lari2an!” Oik masih ngotot, dan berusaha bangun dari jatuhnya. Orang di depannya ikutan bangun.
“Heh, siapa sih kamu??? Siapa??? Biar aku laporin kamu ke Agni!” tantang Oik.
“Kamu tuh yang siapa??? Biar aku laporin juga kamu ke Cakka!” tantang sosok satunya lagi.
“Ih, siapa sih kamu???”
“Kamu tuh yang siapa?!!”
“Aku kan nanya ke kamu, siapa nama kamu! Kenapa kamu jadi balik nanya???”
“Aku juga lagi nanya ke kamu, siapa nama kamu! Biar Cakka gampang bales dendamnya!”
“Siapa nama kamu?!” Oik melotot, nggak ngeladenin ocehan orang itu barusan.
“Siapa juga nama kamu?!” orang di depannya tambah melotot.
“Nama kamu siapa???” Oik mengecilkan volume suaranya.
“Nama kamu siapa juga???”
“Plis deh, nama kamu siapa???”
“Plis deh juga, nama kamu siapa???”
“AAARRRGGGHHHH!!!” Oik mengacak2 rambutnya.
“AAARRRGGGHHH!!!! JUGA DEEEHHH!!!” Orang itu ikutan mengacak2 rambutnya.
“Siapa nama kamu???” timpal Oik berusaha sabar.
“Siapa namaku??? Namamu dulu dehh… Dimana2 ladies first…”
“Kamu dulu.” Tawar Oik.
“Kamu dulu lah…”
“Eh, aku udah berusaha sabar ya! Kamu dulu!”
“Kamu dulu.”
“Kamu dulu!” Oik tambah ngotot.
“Nggak mau! Pokoknya ladies first!”
“Wooiii!!! Kenapa nih kenapa???” Bastian datang tergopoh2.
“SIAPA NAMA KAMUUUU????!!” teriak Oik dan orang itu bebarengan sambil melotot dan menoleh ke Bastian. Bastian meringis kaget. “Siapa namaku??? Namaku… namaku kan… Bastian. Loh, kenapa jadi aku yang ngenalin diri???” Bastian bengong.
Oik menarik napas panjang. Setelah dirasa emosinya mereda (tapi tatapan matanya masih berkilat2), Oik pun kembali ke pertanyaan semula, pada orang di hadapannya. “Siapa nama kamu?!”
Belum sempat orang itu menjawab, tiba2 seseorang menerobos dengan berdiri tepat di antara mereka berdua, dengan menghadap ke Oik. “Namaku Cakka.” Katanya sambil mengulurkan tangan ke Oik. Oik sesaat terpana dengan sosok ganteng di depannya. Jantungnya deg2an. Tapi buru2 ditepisnya lamunan konyol itu. Oik menelan ludah berkali2 sebelum melanjutkan perkataannya. “Ehm, Mas. Bisa mundur dikit nggak? Muka kamu kedeketan sama mukaku.” Kata Oik pelan.
Cakka hanya mengedikkan bahu, lalu memundurkan langkahnya ke belakang. “Aku udah memperkenalkan diri. Sekarang gantian kamu.”
Oik tersenyum sinis. “Heh, aku nggak peduli ya siapa nama kamu! Yang aku mau tahu, cuman nama anak buahmu itu!” Oik menunjuk orang di belakang Cakka. Cakka menoleh ke belakang.
“Ooh… kamu naksir Obiet??? Cuman mau kenalan aja kok pake acara seribet ini sih?” Cakka menyingkir dari tengah2 Oik dan Obiet.
“Idih! Jangan fitnah ya! Nggak sudi, tau nggak?!” Oik meraih gagang sapunya, lalu memutuskan masuk ke kelas. Namun kaki Oik belum sempat melangkah, ketika Cakka melanjutkan omongannya.
“Kamu Oik kan? Mayoret yang sering ikut lomba modeling??”
Oik menoleh ke Cakka. “Trus kenapa??? Ngiri???”
“Tuuh kan, Cak! Semua anak buah Agni udah kemakan omongan beracunnya Agni!” bisik Obiet.
“Eh, jangan asal ngomong ya! Udah deh… males banget berdebat pagi2 sama kalian! Mending sekarang kalian mikirin soal tantangan dance kita waktu itu! Dua hari lagi. Inget itu!” Oik masuk ke kelas. Tapi dadanya masih deg2an banget gara2 kemunculan Cakka yang tiba2 tadi.
%%%

“Agni, kalo kamu ada dendam sama Cakka, nah… kalo aku ada dendam sama Obiet! Kamu tau nggak anak buahnya Cakka yang namanya Obiet???” curhat Oik pas jam pelajaran. Agni terlihat berpikir sebentar, lalu mengangguk2.
“Emang kenapa kok bisa musuhan?” tanya Agni.
“Ih, tuh anak emang nyebelin banget deh! Jadi tuh ya… tadi pagi dia lari2an di lorong sekolah kita! Eeh, nggak tau matanya mulai rabun ato gimana, dia tuh nggak ngeliat kalo aku lagi nyapu! Ya gitu! Dia nabrak aku, sampe jidatku benjol nih!” Oik menunjukkan jidatnya yang membiru.
“Trus gimana???”
“Aku maunya, kamu balesin dendamku ke Obiet! Kamu kan yang jago berantem.” Pinta Oik. Agni tampak berpikir sebentar.
“Tapi bales dendamnya gimana?”
“Yah, apa kek! Nggak usah bikin dia usus buntu deh, bikin dia mules2 aja cukup!” timpal Oik santai. Agni kembali berpikir, kemudian tersenyum lebar.
“Nah! Aku ada ide!”
%%%

PRAAANNGGG!!!
“Yaaahh…”
“Aduuh… aduuhh… sori, Biet! Sori! Aku nggak liat!” Agni tampak merasa bersalah, tapi matanya mengerling pada Oik. Obiet melotot ke Agni. “Kamu lagi! Selalu aja kamu yang bikin masalah! Kemaren2 nantangin dance. Sekarang nabrak mangkok baksoku!”
“Yaahh… aku kan nggak sengaja, Biet. Lagian aku nggak ada niat sama sekali bikin bakso kamu jatoh…”
“Pokoknya aku nggak mau tau! Kamu harus ngegantiin!”
“Oke.. oke! Sabar! Aku pesenin lagi, kamu duduk yang tenang aja ya!” Agni sok beramah-tamah sambil lari ke tukang bakso di kantin. Di tukang bakso itu udah ada Oik yang sengaja mesenin bakso buat Obiet.
“Woi! Udah belom?!” Agni menepuk bahu Oik.
“Bentar! Dikit lagi! Pak, sambelnya yang banyak ya! Ditaruh di bawah mienya aja!” pinta Oik sembari berbisik. Nggak sampe lima menit bakso pesenan mereka jadi juga. Agni berpura-pura rebutan bakso yang udah jadi itu sama Oik.
“Udahlah, Oik! Kamu kan bisa pesen lagi!” suara Agni dikencengin.
“Aduuhh… tapi aku udah ngantri dari tadi, Agni!” Oik sama ngototnya, sambil sesekali melirik ke Obiet.
“Tapi ini darurat! Aku nggak sengaja ngejatohin mangkok baksonya Obiet. Jadi dia harus didahuluin!”
“Yaahhh… gimana ya?! Ya udah deh…” Oik akhirnya merelakan bakso ekstra sambel itu dibawa Agni ke meja Obiet.
Agni terlihat cengengesan sambil membawa bakso tersebut ke arah Obiet. “Lama amat sih?! Cepetan! Udah laper nih!”
“Sabar donk, Biet! Ini juga hasil rampasan dari Oik. Untung dia berbaik hati ngerelain bakso pesenannya untuk aku kasih ke kamu!” kata Agni sambil menyodorkan mangkok bakso. Obiet langsung mengaduk2 mie yang di dalamnya udah ada bahaya mengancam. Kemudian Obiet menyeruput kuah baksonya untuk memulai wisata kuliner.
“Sluruuupp… OHOK! HUAAAHHH!!! HUAAAHHH!!! PEDESSSS!!! PEDESSS!!! MINOOOMMM!!!!” Tiba2 Obiet blingsatan nyari air kesana kemari. Agni dan Oik cekikikan dari kejauhan.
“Biet! Biet! Kenapa??? Wooiii!” Debo sibuk menepuk2 bahu Obiet. “PEDEEESSSS!!!” Obiet mengipas2 bibirnya yang memerah. Bastian sibuk nyariin air kesana kemari. Nggak lama Bastian muncul dengan semangkuk air. “Nih! Minum dulu! Buat menetralisir!”
Tanpa ba-bi-bu Obiet langsung menenggak air di mangkok. Sesudahnya bibir Obiet yang merah udah kembali seperti sedia kala… Ijo!
“Huaaahh… lega! Emang bener kata kamu, Bas! Ternyata bisa langsung menetralisir rasa pedes di lidah. Sialan tuh Agni! Berani banget ngerjain aku! Liat aja nanti! Ngemeng2… tadi kamu minta air mujarab ke siapa??? Ponari???” tanya Obiet sambil mengelap mulutnya.
“Enggak.” Jawab Bastian pelan.
“Trus???”
Bastian menunjuk polos ke meja di belakang mereka. “Bastiaaannn!!! Balikin kobokan saya! Belom tuntas nih ngebersihinnya!” Om Dave tampak sedang menjilati jari2nya. Di hadapannya terhampar piring dengan sisa2 tulang lele.
Obiet melotot. Tenggorokannya tercekat. Pandangannya berkunang2. Badannya lemes seketika. Lalu…
GUBRAAAAKKK!!!

%%%

Kriyip.. kriyip…
“Biet! Obiet! Kamu udah bangun?! Temen2, Obiet udah bangun!” teriak Cakka girang dari samping ranjang UKS. ICIL Cowok langsung menghambur ke sekeliling Obiet. Obiet masih tampak lemah, letih lesu, lunglai, dan lemah. Untuk itu dia perlu… SANGOBION! Hehe…
“Aduhh.. aduduhh… perutkuu…” Obiet mengaduh. Yang lain keliatan was2. “Yang sakit perut kamu, tho?? Aku pikir pinggang kamu encok.” Seru Debo.
“Iya… perasaan yang tadi nyenggol pinggiran meja kantin kan pinggangnya Obiet. Kok jadi perutnya yang sakit???” Bastian bertanya2.
“Alaahh… udah deh, Bas! Jahat banget sih kamu, ngasih air kobokan ke aku! Pesenin jus kek… ntar juga aku yang bayar!” Obiet masih shock akibat meminum kobokan Om Dave bekas pecel lele.
“Oohh… gara2 itu tho kamu pingsan???” seru ICIL Cowok lain, except Debo dan Bastian.
“Bukannya gitu, Biet! Kalo aku pesen jus, ntar jusnya dobel2 lagi! Kamu kan tadi juga udah pesen jus terong… Ya kan??? Nah, daripada kedobelan, aku ambil aja air terdekat. Ternyata Om Dave lagi sibuk ngobok2 air itu!” Bastian berasa nggak punya dosa. Obiet manyun.
“Hai, Biet! Kok bisa pingsan kenapa???” Agni and the gank tiba2 masuk ke UKS. Obiet langsung melotot.
“Nah! Ini dia, Cak! Ini dia awal mula segala kekacauan di kantin tadi!” seru Obiet. Agni and the gank mengernyitkan dahi.
“Loh, kamu yang pingsan kok kita2 yang disalahin?!” timpal Gita.
“Iyalah! Si Agni, sekongkol sama Oik, buat nambahin sambel di bakso pesenanku! Jadi sambelnya tuh tersembunyi gitu! Begitu aku makan, aku langsung ketar-ketir nyariin air minum. Secara jus terongku juga belom jadi. Eeh, yang ada malah Bastian bawain air kobokannya Om Dave! Kalo kobokan bekas makan spaghetti sih nggak pa-pa! Nah ini… pecel lele, Men! Pecel lele!” Obiet ngedumel.
Jelas aja ICIL Cowok dan Cewek ngikik. “Eeh, ngapain ketawa2?! Enak yaa… bersenang2 di atas penderitaan orang laen!” sungut Obiet.
“Maaf deh, Biet! Kita2 nggak tau kalo kamu nggak doyan pedes. Abisnya, tadi aku keburu2 banget! Secara aku kan nggak enak bikin kamu nunggu berlama2. Jadi aku rebut aja bakso pesenan Oik. Aku lupa kalo Oik tuh maniak pedes!” jelas Agni pura2 bersalah.
“Mungkin kamu kualat, Biet! Akibat kamu nabrak aku tadi pagi, ampe kepalaku benjol gini.” Sambung Oik datar.
“Yeee… nggak ada kata kualat di kamus Obiet! Ini emang akal-akalannya kalian aja, kan? Ngaku deh!”
“Terserah deh, Biet! Kita2 dateng kesini sebagai teman satu sekolah. Kita pengen liat keadaan kamu yang katanya pingsan di kantin. Tapi kalo kamunya mikir kita gitu, up to you…” sahut Rahmi bijak. Obiet masih menahan jengkel di dadanya. Di keheningan ruang UKS akibat saling tuduh itu, tiba2 terdengar suara… Pssshhh…
“Uuuhh… bau! Siapa nih yang kentut?! Gila, kentutnya lembut banget suaranya. Baunya bikin sekarat!” Bastian menutup hidungnya pake kaos kakinya. “Mending nyium bau kakiku sendiri deh!”
“Idiihh… siapa sih yang kentut??? Busyet dah!” Patton langsung menyingkir keluar.
Namun sebelum sempat keluar dari UKS, Cakka menangkap keganjilan dari diri Obiet. “Biet, kamu kenapa?? Kok melingker2 gitu tidurnya kayak ulet keket??? Trus kayaknya cuman kamu doank yang nggak ikut kebauan???”
“Perut.. peruutkuu… mul… mul.. mullleesss…” sahut Obiet dengan posisi badan udah melingker kayak luing.
%%%



CHAPTER 5


“Hihihi…” Oik nyengir2 sendiri. Tiba2 seseorang menepuk bahunya. “Woii!! Kesambet setan apa nih, ngikik sendirian???” ternyata Rahmi.
“Eeh, Rahmi. Enggak kok! Nggak kenapa2. Watsap nih siang2 main ke kamarku???” Oik berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Aah… enggak! Cuman iseng aja. Eh, kamu tau nggak…”
“Enggak.”
“YEEE! Bentar! Belom juga dikasih tau. Tadi si Ourel kan telpon2nan pake telpon di ruangannya Bu Okky. Mumpung para kepala asrama lagi dipanggil kepsek. Nah, dia tuh nelpon Bastian di asramanya. Bastian cerita, sakitnya si Obiet tuh masih kumat sampe sekarang. Malahan nambah jadi diare gitu! Trus si Obiet jadi suka ngigau2 nggak jelas. Kasihan deh…” tutur Rahmi prihatin.
“Hehe…” Oik tersenyum puas.
“Kok kamu malah seneng sih kayaknya??” Rahmi bingung.
“Aahh… siapa bilang??? Aku cuman bangga aja, akhirnya kesempatanku bales dendam bisa terlaksana dengan baik!” sahut Oik.
“Bales dendam???” Rahmi tampak semakin bingung.
“Iya! Tuduhan Obiet tadi bener kok! Aku yang masukin sambel banyak2 ke bakso yang Agni kasih ke Obiet. Abisnya, si Obiet nyebelin sih! Tadi pagi dia nabrak aku sampe kepalaku benjol gini!” kata Oik sambil menunjukkan benjolnya.
“Oik… kok kamu tega sih?! Mereka kan temen kita juga.” Rahmi geleng2 kepala.
“Tapi mereka nyebelin! Dan aku nggak suka orang nyebelin! Terutama si Obiet itu! Lagian, yang bales dendam kan nggak cuman aku. Agni juga nantangin dance ke Cakka dkk! Kok kamu malah nyalahin aku doank sih?” Oik malah emosi.
“Tapi bales dendamnya Agni itu nggak bikin orang jadi sengsara gini. Liat deh akibatnya kalo akhirnya malah begini… si Obiet nggak masuk sekolah, sakitnya nambah, bahkan bisa jadi dia nggak bisa ngikutin tantangan dance kita! Oia, tadi Bastian juga bilang kalo Obiet nggak mau makan. Makanan di asrama nggak bisa ketelen. Kasihan kan…”
Oik tampak merenungi ucapan Rahmi. Tapi kemudian Oik kembali melancarkan segala alasan untuk membela diri. “Tapi yang punya ide itu Agni, bukan aku…”
“Siapapun yang punya ide, selama ada kontribusi satu sama lain, tetep aja mereka harus ikut bertanggung jawab.”
“Trus sekarang mesti gimana donk???”
“Mmm… gini aja! Gimana kalo siang ini kita main ke asrama mereka. Kita bawain bubur buat Obiet. Anggap aja itu bentuk permintaan maaf kamu ke dia. Siapa tau dia mau makan. Mumpung kepala asrama baliknya masih ntar sore.” Usul Rahmi.
“Bubur? Yang bikin siapa?” Oik heran.
“Ya kamulah!”
“Aku?!”
“Iya! Kan kamu sering cerita kalo Ma’e suka ngajarin kamu masak! Pasti kamu bisa donk?! Cuman bubur ini…”
“Bisa sih… tapi…”
“Alaaahh… udah deh! Itu urusan gampang! Sekarang, aku mau denger kamu cerita, kenapa tadi kamu cengengesan sendirian di kamar?!” tuntut Rahmi. Oik menelan ludahnya.
“Jangan bilang kalo kamu… lagi suka sama seseorang?!” tebak Rahmi. Mata Oik berbinar.
“Kok kamu tau sih?! Aku jadi maluu…” Oik menutup wajahnya dengan bantal.
“Siapa??? Kasih tau donk!”
“Aduuhh… Rahmi! Jangan keras2 donk! Ntar anak2 pada tau! Lagian, aku nggak yakin deh ini namanya jatuh cinta.”
“Kok gitu?”
“Yaahh… aku cuman ngerasain deg2an gemanaaa geto! waktu dia ngajakin kenalan.”
“Namanya siapa??? Anak asrama cowok???”
Oik mengangguk.
“Namanya… Cakka…”
Seseorang di balik pintu kamar Oik terdengar menahan napas. Dadanya terasa sesak mendengar pengakuan Oik barusan. Lalu dia bergegas meninggalkan aktifitas nguping yang baru dilakoninya.
%%%

TOK! TOK! TOK!
CEGREK!
“Eh, kalian… kok pada kesini?!” ternyata Cakka yang ngebukain pintu kamar Obiet. Di sana anak2 ICIL Cowok lagi pada nemenin Obiet yang kecapekan bolak-balik ke WC.
“Aku… aku denger… Obiet… diare??” tanya Oik pelan. Cakka melirik sekilas ke ranjang Obiet. “Siapa, Cak?”
“ICIL Cewek…” jawab Cakka singkat, lalu kembali menoleh ke ICIL Cewek. “Iya. Obiet emang nambah parah nih!”
“Mmm… boleh kita masuk, Cak?” Rahmi melanjutkan.
“Oh, boleh.. boleh…” Cakka mempersilahkan. “Asal nggak ada niat buruk aja.” gumam Cakka saat Agni lewat di depannya. Kontan Agni menoleh sambil melotot.
“Jangan keGRan ya, Cak! Aku kesini juga diajak anak2! Itupun buat liat keadaan Obiet!” seru Agni. Cakka ketawa sinis.
“Agni… udah! Udah! Jangan pada ribut!” Cahya menenangkan.
Sementara ICIL Cowok pada ngeliatin. “Mau pada ngapain kalian??” tanya Obiet curiga.
“Ehm… Biet! Aku sama temen2 kesini, cuman… cuman… mau ngasih… ini…” Oik menyerahkan rantang berisi bubur ke Obiet.
“Apaan nih?!” Obiet melongokkan kepalanya untuk melihat isi rantang.
“Itu.. itu… bubur merah… Aku denger dari Rahmi, kamu lagi diare. Udah gitu makanan di asrama nggak bisa ketelen. Jadi, aku bawain itu. Siapa tau kamu jadi nafsu makan. Sekalian sebagai.. sebagai permintaan maafku… dan Agni…”
“Permintaan maaf apa??? Oh, jadi bener kan, kalian sekongkol buat bikin aku sakit gini???” Obiet melotot.
“Sama aku??? Emang aku ngapain??? Eh, Biet! Aku nggak ada sangkut pautnya ya sama masalah kalian berdua! Aku cuman ngejalanin permintaan Oik buat bales dendam ke kamu! Soalnya kamu udah bikin jidat Oik jadi benjol!” seru Agni tiba2, membuat Oik dkk kaget.
“Agni, kamu kok…” Oik kaget.
“Kamu kok apa??? Nggak setia kawan??? Lempar batu sembunyi tangan???” suara Agni makin menggelegar, semakin membuat Oik ciut.
“Denger ya! Mulai detik ini, Oik! Kamu udah jadi musuhku! Inget itu!” Agni berlari meninggalkan kamar Obiet. Sementara mereka semua saling berpandangan heran.
“Agni kenapa sih? Aku salah apa?” gumam Oik sambil tampak berpikir keras. Anak2 ICIL Cowok dan cewek tampak prihatin melihat Oik.
“Mmm… dimakan ya Biet! Cobain deh!” Oik berusaha melupakan kejadian barusan, sambil mengangsurkan sendok ke Obiet. Obiet mengambil sendok itu takut2.
“Ada racunnya nggak nih?!” tanya Obiet iseng. Oik gondok juga dituduh gitu.
“Kalo kamu mau, bubuk cabe di asramaku masih banyak kok!” cetus Oik jengkel.
“Nggak usah, Oik! Disini banyak racun tikus kok! Kalo Obiet mau, ntar Bastian yang ambilin!” samber Bastian ngasal. Yang lain nyengir.
Obiet mulai mencicipi bubur bikinan Oik itu. “Cuiihh!!! Bubur apaan nih?! Beli dimana sih?! Rasanya ancur banget kayak gini!” tiba2 Obiet meludah ke hadapan Ourel.
“Ih, Obiet jorok! Ngeludahnya keluar donk! Baju Ourel jadi kotor gini kan?!” Ourel marah2. Bastian tampil bak superhero.
“Aduh, Ourel! Maafkan teman Bastian ya! Dia emang nggak bisa bedain mana tong sampah mana bidadari cantik!” Bastian mengusap2 baju Ourel dengan saputangannya.
“Ancur??? Masa’ sih?!” Cakka mencicipi bubur di rantang itu. “Manis, kok! Enak!” yang lain ikut rebutan ngincipin bubur bikinan Oik.
Sementara itu mata Oik mulai berkaca2. Tanpa disadari bulir2 airmata jatuh juga dari pelupuk matanya yang bening. “Kamu jahat banget sih, Biet! Aku bela2in siang2 bikinin bubur, sebagai wujud permintaan maafku. Aku bela2in kesini ngumpet2, supaya nggak ketahuan kepala asrama. Aku bela2in bikin dapur asrama berantakan. Tapi ternyata… Hiks!” Oik berlari keluar dari kamar Obiet. Rahmi, Gita, Cahya, dan Ourel tampak kebingungan.
“Kok jadinya gini sih?!” bisik Gita ke telinga Rahmi. Rahmi cuman mengedikkan bahu.
“Eh, kita… kita… permisi dulu ya! Mau nyusul Oik.” Pamit Cahya sambil buru2 mengajak ICIL Cewek keluar.
%%%

“Hiks! Hiks!” Oik masih sesenggukan di kamarnya. Rahmi dan yang lain, except Agni, terlihat menenangkan Oik.
“Oik, yang namanya orang sakit emang kayak gitu. Mau makan makanan seenak apapun, tetep aja dilidah pahit. Kamu mesti maklumin.” Rahmi berusaha positif thinking.
“Iya. Aku juga pernah kok kayak Obiet. Makan apapun nggak enak. Pas giliran dikasih pare, malah doyan. Tiba2 aja rasa tuh pare jadi manis!” tambah Cahya.
“Hiks! Pare kan pahit, Cahya!” tutur Oik di sela2 sesenggukan.
“Makanya itu! Kadang suka kebalikannya!”
“Atau mungkin juga, karena emang perutnya Obiet belom bisa nerima makanan apapun. Toh anak2 cowok yang lain malah suka sama buburnya, dan dihabisin sampe nggak berbekas kan?!” Kata Gita.
“Atau… emang dasarnya si Obiet yang kalo ngomong celas-ceplos! Namanya juga cowok!” sembur Ourel.
TOK! TOK! TOK!
“Siapa???”
CEGREEKK…
Agni masuk ke kamar Oik.
“Kalian semua, latihan dimulai lagi besok. Semua harus dateng! Kecuali Oik!” katanya tegas.
“Kok kecuali Oik??? Dia kan anggota tim kita juga.” Rahmi protes.
“Iya. Lagian, kalo Oik nggak ikut, persaingan jadi nggak imbang lagi donk! Di kelompok cowok si Obiet udah tumbang gara2 diare. Mestinya jumlahnya jadi pas sama jumlah kita.” Jelas Cahya.
“Kalo kalian nggak setuju, silahkan! Tapi disini akulah ketua kelasnya!” tegas Agni sambil keluar dari kamar Oik. Yang lain cuman berpandang2an. Sementara Oik semakin mengeraskan volume tangisnya. “HUUUAAAAAA!!!”
%%%



CHAPTER 6

“Satu.. dua.. tiga.. empat! Ayo! Ayo!” aula di sisi kanan Oik penuh dengan ICIL Cowok yang lagi latihan salsa.
“Satu.. dua.. tiga.. empat! Ayo! Semangat!” sementara di ruang kelas kosong lainnya di sisi kiri Oik, anak2 ICIL cewek lagi sibuk latihan dengan bimbingan dari Uncle Jo.
Oik terduduk lesu di bawah keranjang basket. Seharian ini dia males banget bergerak. Nggak tau kenapa, tiba2 Agni nendang dia dari tim dance. Padahal paginya mereka masih sekongkol buat bikin Obiet tumbang. Sikap Obiet kemaren juga masih ngeselin banget bagi Oik. Semuanya campur baur di otak Oik sekarang ini.
Duuh, kenapa jam pulang masih lama sih?! Tau gitu aku ikutan sakit aja kayak Obiet, batin Oik. Tiba2 anak2 ICIL Cowok keluar dari aula. Kayaknya mereka emang udah selesai latihan salsanya. Mereka berjalan ke kantin melewati Oik. Mereka sebenernya tahu keberadaan Oik di pinggir lapangan sendirian. Tapi cuman seorang ICIL Cowok yang peduli dan berniat menghampiri Oik.
“Hai!” Sapa salah seorang ICIL Cowok itu. Oik nggak mau tau siapa yang barusan itu menyapanya. Yang terpenting sekarang, dia bener2 lagi butuh bahu untuk bersandar.
Oik masih menundukkan kepalanya. Tapi begitu mendengar sapaan ramah tersebut, tiba2 aja airmata Oik nggak bisa dibendung lagi. Oik nangis. Sampai tanpa disadari, kepala Oik bersandar di bahu orang itu.
“Hei, kamu kenapa??? Temen2 kamu mana???” tanya si orang tersebut. Oik semakin mengeraskan tangisnya.
“HUAAAAA!!! Agni jahat! Aku dikucilin!!!” Oik malah curhat.
“Dikucilin? Kok bisa?”
“Nggak tau! Pokoknya tiba2 aja aku dikucilin… Hiks!” Oik makin sesenggukan.
“Kalo gitu sama temen2 yang lain aja. Yang lain nggak ikutan ngucilin kamu, kan?”
“Kata siapa??? Sok tau banget sih kamu…” Oik menegakkan kepalanya dari bersandar di bahu orang itu. Setelah mengusap airmatanya, Oik langsung mengerjap2kan matanya sampai dilihatnya ada anak cowok yang…
“Loh, kok.. kok.. kamu?!” Oik tercengang sebentar.
“Kenapa?! Kok kaget gitu?!” tanya orang itu.
“Cakka! Kamu jadi minta traktiran Debo nggaaakkk??? Pesen apaan nih???? Makanan basi masih banyak tuh di kantiiiinnn!!!” tiba2 Bastian bertereak2 dari lorong.
“Terserah! Makanan kucing juga boleeehhhh!!!” teriak Cakka balik, yang ternyata adalah salah seorang ICIL Cowok yang sedang duduk di samping Oik. Oik masih terpana untuk sesaat. Mulutnya menganga takjub.
“Weits! Banyak laler disini. Ntar kemasukan loh!” Cakka mendada-dadakan tangannya di depan wajah Oik. Oik yang malu buru2 memasang wajah se-innocent mungkin.
“Kok.. kok… kamu, Cak?! Tadi.. tadi yang… yang bahunya aku pinjem bentar… siapa??”
“Aku.”
Oik melotot kaget. “Ka.. ka.. kamu?”
Cakka mengangguk2 mantap. “Kenapa sih?! Biasa aja lagi! Kita kan temen. Harus saling berbagi.”
Tenggorokan Oik tercekat. Dadanya makin kencang berdegup. Dia nggak tau mau ngomong apa. Enggak! Nggak mungkin dia beneran suka sama Cakka! Tapi kalo bukan suka, rasa deg2an ini apa namanya donk?! Batin Oik bergemuruh hebat.
“Kata siapa kita temenan?! Kamu kan musuhku, musuh ICIL Cewek!” Oik berusaha kembali ke kenyataan.
“Jadi kamu pengen bener2 jadi musuh buat ICIL Cowok dan Cewek?!” Cakka menimpali. Oik menggigiti bibirnya, ragu.
“Cak, jadi kamu nggak nganggep aku musuh??? Bukannya ICIL Cowok dan Cewek lagi bersaing?? Bukannya aku bagian dari ICIL Cewek juga??” Oik masih takut kalo2 Cakka cuman manfaatin dia.
“Ya enggaklah, Oik! Pangkal masalahku kan sebenernya cuman sama Agni, bukan sama anak ICIL Cewek lainnya. Jujur aja ya, waktu aku tau dari Bastian kalo kamu itu ternyata mayoret kebanggaan ICIL SCHOOL ini, mayoret yang sering banget diomongin guru2 karena sederet prestasi kamu, aku malah jadi penasaran pengen kenal sama kamu. Makanya, waktu kamu bentrok sama Obiet kemaren, aku yang nengahin, sekalian ngajak kenalan gituu…” Cakka tersipu2. Oik jadi malu sendiri.
“Eh, Oik! Sini deh!” tiba2 tangan Cakka menarik tangan Oik. Cakka mengajak Oik ke depan pintu kelas yang lagi dipake para ICIL Cewek buat latihan. Mereka menyaksikan jalannya latihan dari depan pintu. Di sana terlihat beberapa ICIL Cewek tersenyum ke arah mereka, kecuali Agni. Yang ada, begitu melihat mereka berdua, Agni malah makin manyun dan membuang muka.
“Tuh kan, Cak! Kamu liat sendiri. Tiba2 aja Agni marah sama aku. Dan dia nggak ngasih tau alasannya kenapa.” Curhat Oik. Cakka manggut2. Keliatan banget kalo Cakka ikutan prihatin sama kesusahan yang sedang dilanda Oik.
“Kita tunggu latihannya selesai.” ucap Cakka datar sambil mengajak Oik duduk di kursi teras kelas. Nggak berapa lama latihannya selesai. Semua ICIL Cewek menghambur keluar. Nggak terkecuali Agni. Dia keluar paling belakang.
“Agni!” panggil Cakka. Agni menoleh. Begitu melihat Oik dan Cakka, Agni langsung masang muka cemberut.
“Kenapa??? Udah nggak sabar sama tantangan besok lusa?” Agni menghampiri Oik dan Cakka dengan tangan bersedekap ke dada. Cakka mengedikkan bahu.
“Nggak juga.”
“Trus?” Agni makin sinis.
“Mending tantangannya nggak jadi aja daripada hal itu bikin kalian terpecah2.” Sahut Cakka sambil melirik ke Oik dan Agni secara bergantian.
“Wah, nggak bisa gitu donk! Perjanjian waktu itu gimana???” cetus Agni.
“Trus gimana juga dengan nasib Oik yang tiba2 aja kamu musuhi???”
“Itu bukan urusan kamu, Cak! Ini masalah antara aku dan Oik doank!”
“Tapi masalah kita apa, Ag? Kamu masih nggak terima kalo kamu disangkutpautin ke masalah Obiet? Oke, aku minta maaf. Soal Obiet, emang sepenuhnya salahku.” Tutur Oik pelan.
“Bukan itu! Ada satu masalah yang mesti kamu sadari sendiri! Aku nggak mungkin ngomong hal ini di hadapan kalian!”
Oik, Cakka dan Agni terdiam sebentar. Trus Agni melanjutkan. “Kenapa kamu tiba2 jadi sok care sama masalah ICIL Cewek, Cak?! Mau caper??? Atau jangan2 kamu emang sengaja begini soalnya kamu takut sama tantangan SALSA yang diajarin Om Dave. Kalian malu kan?? Iya kan???” Agni nyindir2. Geraham Cakka terdengar bergemeretak. Oik terlihat takut kalo2 terjadi pertengkaran antara Agni dan Cakka.
“Perhatian! Perhatian! Bagi seluruh murid ICIL, diharap segera ke aula! Bu Kepsek ingin menyampaikan sesuatu!” tiba2 terdengar suara dari mikrofon di setiap sudut sekolah. Terpaksa mereka bertiga menghentikan perdebatan itu dan segera menghambur ke aula, bersama yang lainnya.
“Anak2! Dikarenakan sebentar lagi hari Kartini, maka khusus untuk ICIL Cewek, akan diadakan berbagai macam lomba. Untuk perwakilan di tiap lomba, Ibu akan memilih Gita dan Cahya di lomba nyanyi, Rahmi di lomba baca puisi, Ourel di lomba mewarnai, dan Oik di lomba marching band.” Tegas Bu Ira, selaku kepsek bersama.
“Bu, kok cuman ICIL Cewek doank??? Mentang2 mereka lebih berprestasi dari kita!” Irsyad manyun.
“Iya nih.. si Ibu! Kita2 juga mau donk! Kan kita2 juga punya kelebihan, seperti:…” Patton mengomandoi temen2nya.
“Menghabiskan sebakul nasi beserta lauk pauknya!” seru Bastian.
“Menggondol uang di celengan Pak Oni tanpa sepengetahuannya!” teriak Olin.
“Mengutil di swalayan tanpa pamrih!” sahut Cakka.
“Mendorong nenek yang menyeberang di jalan kalo kelamaan!” teriak Debo.
“Menyontek dengan senang hati dan ketawa-ketiwi. Hiiiiiiiii…!!!!!” Abner nyengir.
“Ooh… jadi kalian yang selama ini ngegondol isi celengan saya???” Pak Oni, yang notabene kepala asrama ICIL Cowok, melotot. ICIL Cowok meringis.
“Kelebihan apaan tuuh??? Nggak menarik semuanya!” timpal Bu Ira.
GUBRAAAKKK!!!”
“Nah, Ibu harap kalian semua yang sudah Ibu sebutkan tadi, bisa memperbanyak latihan pada minggu ini karena lomba ini adalah lomba antar sekolah, memperebutkan piala RT. Dan akan berlangsung minggu depan.”
“Bu, saya nggak bisa ikutan lomba.” tiba2 Oik mengacungkan telunjuk. Bu Ira mengernyitkan dahi. “Kenapa, Oik? Kamu satu2nya mayoret yang kita andalkan. Nggak ada satupun yang bisa ngegantiin kamu.”
“Tapi saya nggak bisa, Bu! Plis, Bu... Untuk kali ini aja, saya nggak ikutan lomba.” tutur Oik pelan, masih terlihat kuyu.
“Aduuhh… gimana ya?! Memangnya kamu ada masalah apa tho, Nduuk? Ceritain aja ke Ibu. Siapa tahu Ibu bisa bantu…”
Oik menggeleng keras2. “Pokoknya saya nggak bisa ikutan, Bu!” Oik langsung berlari keluar aula. Yang lain cuman berpandangan heran.
%%%

TOK! TOK! TOK!
“Siapa??”
“Ini kita, Oik. Kita pengen ngobrol sama kamu.” Sahut suara di depan pintu. Oik melangkah lunglai ke belakang pintu, memutar anak kunci, lalu membuka gagang pintu. “Ada apa? Emangnya pada nggak latihan?”
“Boleh kita masuk? Masa’ ngobrol di luar?” pinta Cahya sebelum sempat menjawab pertanyaan Oik. Oik mengedikkan bahu, lalu mempersilahkan teman2 menghambur ke kamarnya.
“Langsung aja. Kenapa tiba2 pada kesini? Aku lagi males nerima tamu.” kata Oik datar. Semua ICIL Cewek disitu, except Agni, menghembuskan napas perlahan.
“Kamu ada masalah apa sih, Oik? Sama Agni kemaren itu? Udahlah, nggak usah terlalu dipikirin. Mungkin Agni lagi PMS…” nasihat Gita. Oik masih diem.
“Oik, plis banget! Cuman marching band yang selama ini rutin bawa pulang piala. Masa’ cuman gara2 mayoretnya mogok main, kesempatan bawa pulang piala jadi hilang gitu aja??? Demi ICIL School…” Rahmi menghiba. Oik menghela napas panjang.
“Jadi niat kalian kesini cuman mau ngebujuk aku untuk ikutan marching band, gitu???? Aku pikir kalian masih sahabatku, berniat dateng kesini buat ngehibur aku. Tapi ternyata kalian udah sama2 lupa sama aku, kayak Agni. Kalian juga udah mulai benci kan sama aku?! Niat kalian kesini tuh nggak tulus! Kalian cuman butuh jawaban IYA dariku buat lomba marching band, tapi kalian nggak mau ngertiin apa perasaanku saat ini!” Oik emosi. Yang lain kaget.
“Oik, apa gunanya tadi Gita tanya masalah kamu di awal2? Kita2 tuh care sama kamu…” suara Cahya memelan.
“Care??? Omong kosong! Kalian peduli nggak sama keberadaanku tadi siang di lapangan, sedangkan kalian di kelas lagi asyik latihan dance??? Enggak kan?! Apa itu yang namanya temen? Kenapa malah musuh kita yang care sama aku?! Kenapa malah Cakka yang bersedia minjemin bahunya untuk aku jadiin sandaran? Kenapa malah Cakka yang berbaik hati nemenin aku buat nanyain permasalahan antara aku dan Agni langsung ke orangnya?! Kenapa bukan kalian?! Kenapa????” Oik nggak sanggup lagi untuk menahan airmatanya. Oik langsung membenamkan kepalanya ke bantal di ranjangnya. Semua terdiam.
“Oik, maafin kita…” suara Rahmi diiringi usapan lembut tangannya di punggung Oik nggak ngebuat Oik luluh gitu aja.
“Oik, jangan marah2... Ourel takuutt…” Ourel menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
“Oik, kita emang salah. Kita udah ngebiarin kamu nanggung ini semua sendirian. Kita nggak mikirin perasaan kamu. Tapi.. tapi… kita2 juga bingung mesti ngapain. Di satu sisi kita nggak mau kamu marah. Tapi di sisi lain kita nggak mau itu terjadi juga sama Agni. Kita semua kan temen!” tegas Gita. Oik mengeraskan tangisnya.
“Oik…” Cahya mengusap kepala Oik pelan. Tiba2 Oik menepis tangan Cahya keras2.
“Pergi deh kalian! Aku nggak butuh! Aku bisa ngatasin masalahku sendiri!” teriak Oik dengan wajah masih dibenamkan ke bantal.
“Tapi..”
“PERGI!!!”
Dengan sangat terpaksa keempat ICIL Cewek itupun keluar dari kamar Oik. Tatapan mereka tampak sedih sebelum keluar dari kamar Oik dan menutup pintu.
%%%

“APAAA???” pekik Agni.
“Sssstt!!! Jangan teriak2 gitu donk, Ag! Ntar Bu Okky denger! Berabe urusannya kalo dia tau kita2 bukannya tidur siang, malah keluyuran!” desis Gita. Agni menelan ludah. Dadanya bergemuruh.
“Tapi.. tapi.. Kalian gimana sih?! Udah dua hari kita latihan! Masa’ mau gitu aja dibatalin?!” cetus Agni emosi.
“Kita2 juga nggak mau gitu. Tapi, kita harus mempersiapkan diri buat lomba hari Kartini.” Jelas Rahmi.
“Nggak bisa! Nggak bisa! Kalian kan pinter ngatur jadwal! Kalian harus bisa ngatur waktu latihan dance dan persiapan lomba!” Agni ngotot.
“Enak ya ngomong doang?! Kamu sih nggak terbebani ikutan lomba! Nah kita2???” celetuk Cahya.
“Lagian, Ourel juga kasian sama Oik. Gara2 kebanyakan masalah, akhir2 ini dia jadi agak senewen gitu. Kasian deh… Jadi, mending dibatalin aja sekalian!” cetus Ourel polos. Agni melotot.
“Ooh… jadi gara2 dia kalian mau ngebatalin tantangan dance?! Kenapa pake basa-basi mau ikutan persiapan lomba segala?!” Agni mulai marah.
“Agni! Biasa aja donk! Masalah kecil jangan dibesar2in!” teriak Gita ikutan emosi.
“Kata siapa ini masalah kecil?! Mau ditaruh dimana mukaku kalo sampe ICIL Cowok pada tau kalo dancenya dibatalin?! Padahal tadi siang aku sendiri yang maksa2 Cakka buat terus ngelanjutin tantangan ini!”
“Lagian, system penilaian dancenya gimana, Ag? Keren enggaknya suatu tarian itu relative. Tergantung siapa yang ngenilai.” tutur Rahmi sabar.
“Kalo tarian itu kompak, itu pasti yang terbaik!” sahut Agni mantap.
“Trus siapa jurinya??? Kamu mau minta guru2 kita buat jadi jurinya??? Emangnya mereka pengangguran, yang bisa diganggu setiap saat???” kali Cahya. Agni terdiam. Bibirnya terkatup rapat. Keningnya berkerut memikirkan sesuatu.
“Ag, kali ini kamu mesti bisa bersikap dewasa. Jangan selalu nurutin ego. Aku yakin, anak2 ICIL Cowok bakalan ngertiin kok. Kan mereka juga ikut denger pengumuman tadi siang.” Tutur Rahmi lagi. Agni menelan ludah berulang2.
“Ag, kita keluar dulu.” Rahmi, Cahya dan Gita bergegas keluar dari kamar Agni. Sementara Ourel yang emang punya hati terpeka di ICIL Cewek, masih sibuk menatap lekat2 ke mata Agni. Ourel tau kalo Agni lagi nyembunyiin sesuatu.
“Psst! Ourel!” panggil Cahya pelan. Ourel bergegas bangkit dari duduknya. “Ag, jangan selalu nyimpen masalah. Ceritain apa aja yang lagi ngeganjal di benak kamu. Di luaran kamu emang super thought. Tapi nggak ada yang tau seberapa rapuh batin kamu.”
Agni menoleh ke Ourel yang sudah berjalan ke arah pintu. Dia nggak nyangka anak sekecil Ourel mampu berkata2 sebijak itu.
%%%

CHAPTER 7

Besoknya, di sekolah ICIL Cewek…
“Biet! Cepetan! Tuuh, orangnya lagi di kelas sendirian!” Debo ngedorong2 punggung Obiet.
“ADOOOHHH!!! Bentar donk! Aku juga tau!” Obiet panas dingin.
“Trus nunggu apa lagi?! Yang gentle donk! Gentle!” seru Patton.
“Cerewet banget sih?! Nih kalian aja niihhh!!!” Obiet yang jengkel langsung mengangsurkan rantang ke arah tujuh ICIL Cowok lainnya.
“YEEEEE! OGAH! Situ yang bikin dia marah, situ yang tanggung jawab donk!” sembur Irsyad. Obiet mendesah.
“Obiet… kita sebagai cowok itu harus berlaku lemah lembut pada cewek. Jangan bikin mereka sedih dan terluka… Kamu harus minta maaf SEKARANG JUGA!!!” Bastian berpujangga ria.
“Nyontek lirik lagunya siapa, Bas???” seru yang lain sambil melirik Bastian. Bastian manyun.
“HUUHH!!! Kenapa diarenya sembuh secepet ini sih?!” gumam Obiet nyesel.
“Apaan, Biet??!!!” teriak yang lain sambil menyorongkan kuping masing2 ke mulut Obiet.
“Busyet dah! Kuping dekil2 amat seh?!” Obiet shock manakala disodori kuping2 ICIL Cowok yang diruwat cuman pas malam 1 suro.
“HEHEHE! Udahlah! Nggak usah basa-basi!” Abner mulai nggak sabar. Obiet menyiapkan kuda2 untuk menuju kelas ICIL Cewek.
“Pfuuhhh…”
“Biet, suruh dia bikinin bubur merah lagi ya! Buat satu asrama tapinyaaaaa…” celetuk Bastian di tengah2 keheningan meditasi Obiet. Obiet melotot ke Bastian yang cengar-cengir.
Setelah dirasa siap lahir batin, Obiet pun melangkahkan kakinya menuju kelas ICIL Cewek. Sesampainya di depan orang yang dimaksud, Obiet langsung mengangsurkan rantang yang digondolnya kemana2. Terang aja orang yang dimaksud kaget.
Orang itu mengangkat wajahnya dari buku yang sejak tadi ditekuninya. Keningnya berkerut. “Apaan nih?!”
“Rantang. Mau balikin doank!” cetus Obiet lugu.
GUBRAAAAAKKKK!!!
Anak2 ICIL Cowok yang ngintipin di balik pintu pada kumat jantungnya. “Si Obiet dodol amat seh?! Kan udah dikasih tau, kalo kita nggak cuman mau balikin rantangnya, tapi juga ngasih makanan balik!” Cakka merengut.
Obiet mendehem2, bersiul2 dengan PDnya tanpa bermaksud untuk beranjak dari hadapan sang pemilik rantang. Sang pemilik rantang yang merasa risih, langsung ngedamprat Obiet.
“Heh, nggak ada kerjaan laen selain siul2 nggak jelas?! Masih nggak kapok diare berhari2???”
“Waduuhh… Oik makin hari makin galak aja!” Obiet ngikik.
“Trus nunggu apa lagi?! Rantangnya udah balik ke tanganku dengan selamat, kok!”
“Emmm…” Obiet yang gugup buru2 menoleh ke ICIL Cowok yang tersembunyi di balik pintu. Para ICIL Cowok mangap2 nggak jelas sambil ngepalin kedua tangan. Kaki mereka nendang2 udara gemes. Diliat dari ekspresi mukanya sih, kayaknya mereka udah pantes jadi pemeran antagonis di semua sinetron Indonesia. Obiet bergidik ngeri.
“Mmm… itu Oik...” Obiet buru2 membuka tutup rantang. Bau gosong menyeruak dari dalamnya.
“Hmmmppffhh!!! Makanan apaan nih?! Gosong gini?!” Oik menutup hidung. Obiet agak keki juga sebenernya… cuman…
“Ini masakanku sendiri lho, Oik! Namanya Ikan Asin Goreng Hitam Manis!” promosi Obiet. Oik menatap takjub ketika Obiet mempresentasikan masakannya.
“Trus???” Oik menanti presentasi selanjutnya. Obiet nyengir.
“Ya… itu… mmm… dicicipin ya??? Ya? Ya??? Aku juga udah siapin nasinya nih! Mumpung belom bel!” Obiet menyiapkan sendok, trus membuka rantang kedua, trus menyendokkannya untuk Oik, sambil diangsurkan ke mulutnya Oik.
“Woi! Woi! Woi! Emangnya aku Bastian apa, masih perlu disuapin?!” Oik jadi sebel. Obiet mesem. Sementara Bastian ngamuk2 dari balik pintu. “Kok aku dibawa2 sih?!”`
“Mmm… kemaren2 kan kamu udah berbaek hati bikinin aku bubur. Nah, sekarang aku mau bales budi. Sekalian minta maap…” kata Obiet semanis mungkin. Oik kaget.
“HAAAHH??? APAANN???” Oik menyodorkan kupingnya ke arah Obiet.
“Minta maap, Buuu…” Obiet mulai jengkel, tapi ditahannya.
“Oh, tau arti minta maaf juga toh?!” Oik sinis.
Kalo bukan dipaksa anak2, mana mau aku nyembah2 ke kamu!, dumel Obiet dalam hati sambil tangannya sibuk memeragakan aksi ngejitak2 kepalanya Oik.
“Heh, nggak usah pura2 di belakangku deh! Sebenernya kamu nggak ikhlas kan minta maafnya???” tuduh Oik.
“Ah, siapa… siapa bilang?” Obiet kaget.
“Kamu nggak tau kalo aku punya spion???” celetuk Oik lagi. Obiet tambah keki.
“Oke deh! Gini aja. Aku bener2 minta maaf atas segala salahku padamu. Kesalahanmu pun telah kumaafkan. Nah, sekarang impas kan?! Kali ini aku jamin permintaan maafku tulus dari lubuk hati yang paling cethek!” seru Obiet.
“Nggak! Kamu belom minta maaf dengan tulus!” Oik masih ogah.
“Haduuu… ayolah! Apa susahnya sih ngasih maaf doank?! Lagian, tau darimana kalo aku minta maafnya nggak tulus?! Spion??”
“Kamu pikir hati orang itu kali apa, pake ukuran cethek segala?! Lagian, kamu juga nggak gampang kan maafin aku waktu itu?”
“Oke! Kejadian waktu itu aku maafin. Dan sekarang aku minta maaf semaaf-maafnya! Deal?” Obiet mengangsurkan tangannya. Oik melirik tajam.
“Boleh aku ngincipin masakan gosong ini???” Oik mengalihkan pembicaraan sambil tersenyum sinis. Obiet menghembuskan napas jengkel.
“Boleh! Boleh! Silahkan aja!”
Oik mulai mencicipi Ikan Asin buatan Obiet.
“OHOK!” Oik keselek.
“Eh.. eh.. kenapa Oik??? Terlalu sedap ya???” Obiet kepedean.
“Ada racunnya nih?!” tuduh Oik.
“Ih, sembarangan aja! Paling juga bumbu kadaluarsa yang aku masukin!” sembur Obiet ngasal.
“Pait gini! Jangan2 abis ini aku kena tipes lagi! Buang aja!” perintah Oik. Obiet manyun.
“Nggak bakal kena tipes! Paling juga muntaber!” gumam Obiet keki.
“Iiihh… ngejawab apa nyumpahin tuuhh??? Hiiihhh!!!!” Oik yang kesel langsung nyubit lengan Obiet. “WODDAAAAOOOOWWWW!!!!!!”””
“Sukurin! Rasain! Jangan harap dapet maaf dari aku!” Oik yang jengkel langsung keluar kelas. Ditendangnya pintu kelas sekeras mungkin.
JDUUKKK!!!
“WOADDOOOWWW!!!” suara dari balik pintu mengerang. Oik yang curiga langsung ke balik pintu. Di sana anak2 ICIL Cowok lagi pada nyengir dengan manisnya. “Hai, Oik!” tangan mereka dada-dada tanpa dosa.
“Bener kan?! Kamu tuh nggak ikhlas minta maafnya!!!” teriak Oik kencang2 ke arah Obiet. Obiet meringis, masih megangin lengannya yang nyut2an.

%%%

“Bas!” Ourel melambaikan tangannya ke Bastian yang sedang berjalan bergerombol dengan ICIL Cowok. Bastian langsung sumringah, trus berlari menuju Ourel.
“Watsap, Honey?”
“Eh, aku cuman mau nitipin pesen buat Cakka, ketua genk kamu.”
“Pesen apa?” raut wajah Bastian berubah jealous.
“Mukanya biasa aja donk! Gini nih… karena ICIL Cewek sedang disibukkan dengan persiapan lomba Hari Kartini, maka dengan berat hati tantangan dance kita waktu itu dibatalin.” Jelas Ourel.
“HAAAHHH???” Bastian shock.
“Busyeeett…!!! Udah kumur2 pake air karbol belom, sih?! Bau sampah gini…” Ourel spontan menutup hidungnya. Kontan aja Bastian tersipu2 sambil mencium2 aroma mulutnya sendiri.
“HEHE… maklum! Sikat kawat yang biasanya aku pake gosok gigi, tiba2 aja ngilang! Jadi pagi ini gosok giginya absent dulu…”
Ourel bergidik ngeri bin jijik. “Udah, aku cuman mau bilang itu doank! Kasih tau ke temen2 kamu ya!”
“Eh, Ourel! Kok buru2 sih?! Trus kenapa cuman kamu yang nyampein ini?? Temen2 kamu mana??? Agni??? Biasanya kan dia jagoan. Timbang ngasih tau ini doank… not a big problem kan??? Trus pake nugasin aku jadi kurir segala, lagi! Langsung aja kaleee…” Bastian mulai cerewetnya.
“Temen2 lagi pada sibuk mempersiapkan diri buat lomba! Lagian, mumpung ada kamu, kenapa nggak dimanfaatin aja??? Daripada ngomong langsung ke temen2 kamu, ibarat masuk kandang macan! Bakal diserbu dan diolok2 rame2!” jelas Ourel. Bastian mangut2.
“Eh, kayaknya kamu sama temen2 kamu tadi dari arah kelasku kan??? Ngapain???” tanya Ourel bingung.
“Oohh… itu lho… si Obiet! Dia mau minta maaf ke Oik, soal bubur merah waktu itu! Sebagai gantinya si Obiet ngasih Ikan Asin Goreng buatannya sendiri. Nggak taunya Oik malah shock pas ngerasain ikan asin itu!”
“Trus?? Dimaafin???”
“Enggak. Makin nggak dimaafin malahan…” sahut Bastian polos. Bastian dan Ourel sama2 menarik napas panjang.
%%%
To be continued…