THE STORY OF ICIL SCHOOL… CHAPTER 8
CHAPTER 8
Besoknya, di sekolah ICIL Cowok…
“Ehem!” Cakka berdehem pelan sembari kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Sudut matanya menangkap sosok Agni yang sedang sibuk memasukkan bola ke keranjang basket.
“Ehem! Ehem!”
Agni terlihat nggak peduli dengan deheman di belakangnya. Saat bola basket itu memantul di keranjang basket, Cakka buru2 menangkap bola itu dan menggendongnya di lengan kirinya. Agni terlihat kurang senang dengan kehadiran Cakka.
“Balikin bolanya!” pinta Agni. Cakka tersenyum sinis.
“Cakka, aku lagi nggak mau buat masalah sama kamu.” cetus Agni datar. Perlahan2 Cakka mendekati Agni.
“Nyerah juga kan kamu??? Aku udah bilang untuk nggak ngelanjutin tantangan dance itu, kan??? Sia2 semuanya???” Cakka ketawa. Agni balik ketawa sinis.
“Bukan aku yang mau ngebatalin dance itu! Tapi salahin panitia lomba hari Kartini!”
“Kenapa sampe ke panitia lomba??? Yang harusnya introspeksi tuh kamu! Itulah balasan buat orang yang selalu nurutin ego! Itulah balasan buat orang yang nggak mau nerima kekalahan!” cecar Cakka. Agni kaget. Bibirnya terkatup rapat.
“Cuma karena gengsi, trus kamu nyuruh Ourel buat nyampein pembatalan itu??? Cuma karena gengsi juga, kamu sampe musuhin temen kamu sendiri??? Ck.. ck.. ck!!! Agni.. Agni! Kamu emang super untuk ukuran cewek. Tapi kamu rapuh kalo udah menyangkut batin dan perasaan!”
“Jaga mulut kamu, Cak!” tangan Agni mengepal sambil menarik kerah baju Cakka. Tinjunya sudah hampir mampir ke wajah Cakka. Cakka menatap Agni tajam.
“Kalo kamu beneran cewek thought, buktiin sekarang!” pinta Cakka. Cakka malah menyodorkan wajahnya yang mulus nan ganteng untuk dicicipi bogem mentah dari Agni. Agni menarik napas. Berkali2 Agni menelan ludah. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.
“Lama amat, Neng??? Kapan mulainya, Buuu???” sindir Cakka. Agni melotot marah. Tanpa terasa matanya berkaca2. Dilepaskannya cengkeraman tangannya dari kerah baju Cakka.
“Loh, nggak jadi toh?” Cakka bingung, sambil membetulkan kerah bajunya. Agni yang udah nggak tahan dengan ocehan dan sindiran Cakka, buru2 lari dari lapangan.
“PERHATIAN! PERHATIAN! KEPADA SELURUH MURID ICIL SCHOOL, UNTUK SEGERA MENUJU AULA SEKARANG JUGA! ADA SESUATU HAL YANG PENTING YANG INGIN DISAMPAIKAN!” suara dari radio sekolah memaksa Cakka untuk melangkahkan kaki menuju aula.
%%%
Cakka kurang ajar! Cakka jahat! Cakka nyebelin!, teriak batin Agni. Agni masih aja terus berlari di sepanjang koridor sekolah sambil berusaha menghapus titik2 airmata yang jatuh dari pipinya.
PRAAANGGG!!!
Tanpa disadarinya Agni menabrak seorang cewek yang lagi membawa sepiring siomay. Kontan cewek itu melotot sambil berteriak nyaring. “OBIEEETTT!!! PASTI KAMU LAGI! KAMU EMANG PEMBAWA MASALAH!!!”
Namun lengkingan itu berubah jadi kebisuan ketika mata cewek itu bertubrukkan dengan mata Agni, si penabrak tadi. Oik, cewek itu, berusaha mengalihkan pandangannya dengan membersihkan pecahan2 piring siomay. Agni menatap Oik tajam, lantas menggamit tangan Oik kasar.
“AGNI! APA-APAAN SIH?! LEPASIN!”
Namun cengkeraman tangan Agni terlalu kuat untuk seorang Oik. Oik terpaksa pasrah mengikuti kemana Agni berlari.
%%%
Aula membisu.
Anak2 ICIL mulai resah karena bermenit2 mereka disitu tanpa ada pertunjukkan apa2. Bu Ira yang berdiri di podium pun terlihat diam mematung, seakan ada beban teramat berat yang sulit dia ungkapkan.
ICIL Cowok mulai gelisah. “Bu, ada pengumuman apa lagi, sih?! Bakso saya pasti udah digondol maling nih di kantin! Mana masih ngutang lagi!” seru Bastian.
“SSSTTTT!!!” Cakka membekap mulut Bastian. Bu Ira tampak berdehem2 sebentar. Berkali2 beliau menelan ludah.
“Anak2…” beliau mengawali. Semua mendengarkan dengan seksama. Tidak terlintas sedikitpun di benak mereka bahwa kabar yang akan mereka terima adalah kabar buruk.
“Mulai minggu depan…” Bu Ira menatap mata seluruh anak didiknya.
“Mulai minggu depan… tidak akan ada beasiswa lagi.” tuturnya tercekat. Anak2 ICIL sontak kaget. Mereka saling berpandangan. Aula ribut dalam sekejap.
“Maksudnya apa, Bu???” tanya mereka serempak. Bu Ira tampak berat untuk mengatakannya pada mereka semua.
“Beasiswa dari pemerintah dihentikan. Mulai minggu depan, semua yang bersekolah di ICIL SHOOL harus dengan biaya sendiri.”
Anak2 makin kaget. Bermenit2 mereka terkungkung dalam kebingungan di dalam aula.
“Ibu harap, bagi kalian yang ingin terus bersekolah di sini dengan biaya sendiri, untuk segera menemui Ibu.” tutup Bu Ira, lantas buru2 turun dari podium. Semua sesaat membisu.
Namun tiba2 Rahmi berlari ke Bu Ira. “Bu!”
Bu Ira menoleh. “Ya, Rahmi? Kamu mau terus bersekolah disini?” suaranya bergetar. Nampak Bu Ira sedang susah payah menyembunyikan perasaan sedih di hatinya.
Rahmi menggeleng pelan. Airmata mulai jatuh pelan2 dari sudut matanya. “Saya… saya mau pulang ke Aceh saja. Saya sekolah di sekolah biasa saja di sana. Saya… saya nggak bisa lanjut terus disini tanpa beasiswa.”
Mata Bu Ira berkaca2. Lalu diusapnya kepala gadis berjilbab itu. “Ya sudah. Ibu tidak akan memaksa. Ibu sebenarnya juga tidak mau akhirnya malah jadi seperti ini.”
“Bu! Saya juga mau pulang ke Semarang!” teriak Cahya tiba2.
“Saya juga!” teriak Ourel dan Gita bebarengan. ICIL Cowok pada ngeliatin.
“Kalo begitu saya juga! Saya nggak mungkin sekolah disini tanpa beasiswa! Saya sekolah disini tujuannya juga untuk membantu meringankan beban orangtua, bukannya malah menambah beban.” teriak Bastian.
“Saya juga!” teriak ICIL Cowok yang lain, sambil mengangkat tangan.
Bu Ira kaget. Semua anak didiknya memutuskan untuk keluar dari ICIL School.
“Baiklah. Berarti ICIL Cowok dan Cewek tidak ada yang mau melanjutkan sekolahnya disini. Ibu mengerti...” airmata Bu Ira mulai jatuh.
Semuanya terdiam. “Kenapa jadinya begini, Bu? Baru tiga hari kami digabung jadi satu sekolah. Belum juga kami mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba hari Kartini. Tapi kenapa hanya dalam waktu singkat beasiswa ditarik?” keluh Rahmi. Bu Ira menarik napas panjang.
“Ibu nggak tau, Rahmi… Semuanya Ibu ketahui mendadak. Tadi pagi…”
Semuanya membisu. “Kalau memang sudah tidak ada satupun murid yang tersisa di ICIL School ini, maka Ibu harus kembali menyampaikan kenyataan pahit kepada kalian…” Bu Ira melanjutkan. Semua dahi di aula berkerut.
“ICIL School… ICIL School akan ditutup.”
Bak disambar geledek di siang bolong anak2 ICIL demi mendengar kabar itu. Semua ICIL Cewek nggak bisa lagi menahan tangisnya.
“Tapi.. tapi kenapa, Bu?” suara Gita terdengar terisak.
“Bu, kami masih bisa terima kalo cuman kami yang memutuskan keluar. Tapi jangan sampai ICIL School ditutup, Bu! Gimana nasib adik2 kelas kami nanti?” sambung Irsyad. Airmata Bu Ira dan semua orang di aula semakin deras.
“Ibu.. Ibu juga nggak tau! Ibu bingung! Kita masih beruntung, karena adik2 kelas kalian masih akan diterima tahun depan. Jadi setiap tahun kita hanya memiliki dan meluluskan satu angkatan.”
“Bu!” tiba2 Cakka mengacungkan tangan. “Ya? Ada apa, Cakka?”
“Ada murid yang belum menentukan apakah mau terus lanjut di sekolah ini atau tidak. Jadi keputusan untuk membubarkan sekolah ini belum final.”
“Siapa?? Apa masih ada murid yang berkeliaran di luar aula?”
“Saya nggak tau mereka ada dimana. Tapi, Agni dan Oik emang nggak ada sejak tadi.”
%%%
“Agni, lepasin!” Oik masih meronta2 dari cengkeraman tangan Agni. Ternyata Agni mengajaknya ke halaman belakang sekolah.
Agni langsung melepaskan cengkeraman tangannya dengan kasar. Napasnya terdengar memburu. Kemarahan Agni benar2 udah di ubun2. Sementara itu Oik masih meringis sambil mengusap2 pergelangan tangannya yang memerah.
“Aku nggak ngerti sama kamu, Ag! Kamu orang teraneh yang pernah aku kenal!” teriak Oik sambil berusaha pergi dari tempat itu. Namun tangan Agni kembali mencengkeram pergelangan tangan Oik. “Apa lagi sih?! Nggak puas kamu bikin tanganku sakit?!”
“Aku nggak akan pernah puas bikin kamu tersiksa! Karena kamu juga udah bikin aku tersiksa sama perasaanku sendiri!” balas Agni. Oik mengerutkan keningnya, masih dalam usaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan Agni.
“Kamu ngomong apa? Aku nggak ngerti!”
“Makanya jangan kesibukan tebar pesona sama cowok2!” teriak Agni sadis.
“Aku nggak ngerti! Lepasin tanganku!”
“Kamu suka kan sama Cakka?!” tiba2 suara Agni terdengar bagai petir menyambar2 di telinga Oik. Oik menelan ludahnya berkali2.
“Kata siapa?!” di pikiran Oik saat itu, Rahmi-lah yang udah bocor ke semua anak ICIL, bahkan sampe Agni juga tahu!
“Nggak penting! Kamu tinggal jawab aja!” cengkeraman tangan Agni semakin mengeras. “AAWWW!!!” Oik mengaduh.
“Oh, jadi ini yang bikin kamu tiba2 marah sama aku?! Kalo kamu mau, ambil aja si Cakka!” sentak Oik. “AAAWWWW!!!” ternyata Agni nekat memelintir lengan Oik.
“Kamu pikir Cakka mainan apa, bisa dioper2???” desis Agni sinis.
“Aku nggak suka sama Cakka! Jadi kalo kamu mau deketin dia, nggak ada yang ngelarang!” seru Oik.
“Bohong!”
“Aku nggak suka sama Cakka!”
“Kamu bohong!”
“Terserah kamu! Lepasin!”
“Oik, jangan munafik!” Agni masih bertahan.
“Agni, plis! Aku nggak mau semakin bermasalah sama kamu! Kalo kamu mau aku ngejauhin Cakka, aku bakal lakuin! Tapi asal kamu inget, aku sama Cakka nggak pernah ada apa2! Dan AKU NGGAK PERNAH SUKA SAMA CAKKA!” teriak Oik tepat di telinga Agni. Terang aja hal itu bikin Agni semakin mengeraskan plintirannya.
“AAAAWWWW!!!”
“Agni! Oik!” sebuah suara mengagetkan dari belakang. Sontak Oik dan Agni menoleh ke sumber suara. Ekspressi wajah Oik masih terlihat kesakitan akibat plintiran dan cengkeraman tangan Agni di lengannya.
“Mau apa kalian kesini?!” teriak Agni ke ICIL Cowok dan Cewek yang tiba2 aja udah ada di hadapan mereka.
“Agni, lepasin tangan Oik! Nggak lucu main sandera2an kayak gitu!” cecar Patton.
“Yang bilang ini lucu tuh siapa?! Aku cuman mau ngelampiasin rasa keselku ke dia!”
“Apa aku bilang! Batin kamu tuh nggak se-thought fisik kamu! Lepasin! Atau aku panggilin Bu Ira!” ancam Cakka.
“Beraninya main ancam2an!”
“Agni, aku kan udah berkali2 bilang ke kamu, AKU NGGAK SUKA SAMA CAKKA! Lepasin tanganku!” teriak Oik makin meronta. Anak2 ICIL Cewek dan Cowok melongo. “Cakka?”
Sontak Cakka jadi bahan pelototan. “Aku… aku… nggak tau menahu…” Cakka ketar-ketir.
“Kenapa sih kalian jadi berantem gini? Kita semua kan temen…” ucap Rahmi getir.
“Rahmi! Pasti kamu! Aku yakin pasti kamu!” tuduh Oik tiba2 begitu mendengar suara Rahmi. Rahmi menangis sambil menggeleng2kan kepalanya.
“Pasti kamu! Aku yakin!” Oik makin ngotot. Rahmi mengeraskan gelengan kepalanya.
“Oik! Maksud ‘PASTI RAHMI’ tuh apa??? Jangan asal nuduh gitu donk!” Cahya kebingungan.
“Nggak usah nuduh2 orang! Aku denger sendiri kamu ngomong kalo kamu suka sama Cakka, pas kamu dan Rahmi lagi di kamar!” teriak Agni, sengaja bikin Oik malu. Oik kaget. Semua disitu kaget. Cakka makin kaget.
“Aku… aku…” Oik nggak bisa berkata2. Agni tersenyum sinis. Sementara Cakka menatap shock pada mereka berdua.
“Dasar tukang nguping! Apa hak kamu buat ngedenger isi hati orang lain, HAH?! Kamu sengaja bikin aku malu?! Iya??!” sentak Oik makin berontak.
“Iya! Biar sekalian semuanya denger! Biar Cakka juga denger, dan jadi ilfil sama kamu!” kata Agni lagi. Mata Oik berkaca2. Kepalanya menunduk. Oik nggak sanggup ngeliat Cakka. Oik malu banget.
“Aku nggak pernah ilfil sama orang yang ngungkapin perasaannya. Aku nggak ada hak buat ngelarang2.” Kata Cakka pelan. Agni kaget. Oik juga. Agni nggak nyangka Cakka malah ngebelain Oik.
Tiba2 Rahmi menyela.
“Agni! Oik! Kalian rebutan Cakka?? Kalian tuh nggak punya hati ya! Kita2 di aula sibuk bertanya2 kenapa beasiswa kita semua dihentikan, kenapa ICIL School mau ditutup. Tapi disini… disini kalian malah…” Rahmi yang udah nggak tahan langsung menjauh dari tempat itu, sambil menutup wajahnya yang sudah berlinang airmata. ICIL Cewek lainnya menyusul Rahmi, setelah sebelumnya menggeleng2kan kepala mereka ke Oik dan Agni.
Sesaat Oik dan Agni terdiam atas ucapan Rahmi tadi. Oik jatuh terduduk di tanah. Tubuhnya udah lemes terus meronta dari cengkeraman tangan Agni. Ditambah lagi apa yang dikatakan Rahmi barusan semakin bikin dia lemes.
“Agni lepasin…” suara Oik melemah. Airmata mulai membanjiri pelupuk matanya.
Agni yang juga shock dengan pernyataan Rahmi barusan, akhirnya mengendurkan cengkeraman tangannya. Nggak lama Agni melepaskan tangan Oik. Kesempatan itu digunakan Oik untuk menutup wajahnya dengan kedua tangannya, menangis sejadi2nya. Semua ICIL Cowok ikut trenyuh.
Cakka buru2 mendekati Oik yang terduduk di tanah. “Oik, ayo bangun.”
“Enggak! Aku nggak mau! Pergi! Pergi semuanya!” Oik semakin menangis. Tangannya mendorong2 dada Cakka supaya menjauh darinya. Cakka berusaha memalingkan wajahnya ke Agni. Namun disitu Agni malah memalingkan wajahnya ke tempat lain. Tapi Cakka masih bisa ngeliat air di sudut mata Agni.
Lama2 Agni nggak tahan juga dengan semua situasi itu. Demi melihat Cakka yang tengah menghibur Oik, juga dengan masih terngiang2nya ucapan Rahmi barusan, Agni memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.
Agni berlari menjauh. Agni nggak mau Cakka yang selama ini nganggap dia cewek tangguh, justru ketawa begitu ngeliat dia nangis. Cakka nggak boleh ngeliat aku nangis!, batin Agni sambil terus berlari dan menggigiti bibirnya.
%%%
Tik.. tik.. tik…
Oik melirik ke jam dinding di kamarnya. Selama ini bunyi jam dinding itu nggak pernah terdengar sama Oik. Tapi kali ini…
Asramanya begitu senyap. Sejak Bu Ira memberitahu pengumuman itu, kegiatan belajar mengajar dihentikan. Semua murid diberi waktu hingga akhir minggu ini untuk meninggalkan asrama.
Oik memandang wajahnya di cermin. Lalu dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Sampai di luar kamar, Oik bingung harus kemana. Di depannya adalah kamar Rahmi, sahabat yang selama ini selalu memberinya nasihat2 bijak.
Oik menarik napas panjang, menghembuskannya perlahan. Kakinya melangkah hingga berada tepat di hadapan pintu kamar Rahmi. Tangannya yang sudah dalam posisi akan mengetuk, buru2 diurungkannya. Oik langsung membuka pintu kamar Rahmi perlahan.
KRIEEETTT…
“Rahmi?”
Rahmi menoleh.
“Oik?”
Mata Oik berkaca2. “Rahmi, kamu mau pulang ke Aceh??” Oik mendekati Rahmi yang duduk di pinggir ranjang. Di sampingnya tas koper sudah penuh dengan pakaian. Rahmi mengangguk2.
“Aku mau sekolah disana aja. Kalo kamu masih mau sekolah disini, aku cuman bisa ucapin selamat tinggal. Semoga kamu bisa menggapai mimpi2mu ya, Oik!”
Hati Oik terasa ngilu. Disaat tersedih seperti inipun Rahmi masih bisa menjadi sahabat yang bijak. “Rahmi…” Oik memeluk Rahmi tiba2. Rahmi yang menyadari kesedihan sahabatnya, buru2 membalas pelukan Oik. Diusap2nya punggung Oik lembut.
“Oik, kan kita masih bisa telpon2nan. Masih bisa SMSan…”
Oik menggeleng kuat2. Airmatanya makin deras.
“Rahmi, maafin aku.” Hanya satu kalimat itu yang mampu Oik ucapkan. Suara Oik bergetar. Pelukannya semakin kuat.
“Iya… Aku juga minta maaf, Oik. Aku juga banyak salah sama kamu.”
“Rahmi…” Tiba2 Oik melepaskan pelukannya. Dihapusnya airmata yang sudah meleleh dan membanjir di pipinya.
“Bentar ya! Aku juga mau ngepak2in bajuku! Kita bakalan keluar dari sini bareng2!” seru Oik ceria sambil membalikkan badannya menuju pintu. Rahmi menarik tangan Oik. “Kamu sama Agni… bakal bertahan disini kan?”
Oik menggeleng. “Siapa bilang? Aku kan belom ngasih keputusan apa2. Belom terlambat buat milih, kan?!” Oik tersenyum ceria sambil membuka pintu. Rahmi juga ikut tersenyum.
CEGREEKKK…
“Loh, Oik?” ICIL Cewek lainnya, termasuk Agni, ternyata udah ada di depan pintu kamar Rahmi. Oik juga kaget, tapi buru2 dihapusnya kekagetan itu dari ekspresi wajahnya.
“Hai! Mau ketemu sama Rahmi?! Ada kok di dalem!” seru Oik sambil meminggirkan badannya, memberi jalan mereka untuk lewat.
Saat Agni lewat di sampingnya, buru2 Oik menarik tangan Agni. Agni menghentikan langkahnya. Oik berusaha untuk menunjukkan ekspresi ramah pada ‘mantan’ sahabatnya itu.
“Agni.. Aku mau pamitan. Aku juga… aku juga mutusin buat pulang ke Salatiga… Aku… aku minta maaf ya kalo aku banyak salah..” Oik menunduk takut2. Tangannya menanti balasan jabat tangan Agni.
Agni terdiam sesaat. Tapi akhirnya jabat tangan Oik dibalasnya juga. “Sama2, Oik. Aku juga minta maaf. Salahku banyak banget sama kamu. Aku juga mau pulang ke Jogja kok!”
Oik mengangkat wajahnya. “Kamu… juga mau keluar?”
Agni mengangguk2 mantap. “Di sekolah baru nanti, aku mau berubah jadi Agni yang menyenangkan. Nggak nyebelin kayak kemaren2. Lagian, masa depan kita masih panjang. Belom pantes banget buat mikirin cowok! Kita masih pengen ngegapai mimpi2 kita, kan?!”
Oik mengangguk2, lalu melempar senyum pada Agni. Agni membalasnya. Rahmi, Ourel, Gita, dan Cahya tersenyum puas.
%%%
Di asrama cowok, di waktu yang sama…
DOG! DOG! DOG!
“Siapa???”
“Bas! Ini aku, Patton! Balikin kaos dalemku yang kamu pinjem dari jaman pendaftaran sekolah duluuuu!!! Aku mau balik ke Makasar! Itu kaos dalem batik langka!”
“Belom Bastian cuci tuuh!” teriak Bastian santai.
DOG! DOG! DOG!
“Siapa lagi sih???”
“Bas! Ini aku, Cakka! Balikin bed coverku yang aku pinjemin gara2 semua seprai dan selimut kamu kena ompol semuanyaaaaa!!! Itu bedcover aku jahit sendiri! Dari jaman TK baru selesai pas kemaren masuk ICIL!”
“Masih bau ompooollll!!! Udah deh… ikhlasin aja!!!!”
DOG! DOG! DOG!
“ADOOOOOHHH!!! Siapa sih???”
“Bas! Aku Irsyad! Balikin sikat gigiku yang kamu pinjem!!! Dasar jorok! Sikat gigi aja minjem!”
“Alaaaahhh… kalo jorok kenapa diminta lagi?! Abisnya sikat kawatku ilang entah kemana… Makanya gantiin dulu donk sikat kawatku!”
“Bas, ini Abner! Mana handukku?!! Kamu nyolong dari jemuran kamarku kan?! Ngakuuu!!!”
“Busyet dah! Handuk abang becak aja dicariin! Nih!”
Tuuiiinnggg!!!
Selembar handuk mungil melayang dari atas pintu kamar Bastian.
“Gini2 juga berjasa buat aku handukan tiap hari! Daripada kamu, barang2 minjem semuanya!” Abner ngomel.
“Bas!”
“Apalagi?!”
“Balikin koperku! Seisi2nya juga! Waktu itu kamu minjem gara2 ke Jakarta nggak bawa apa2! Balikin!!!” kali ini Obiet.
“Bas! Buku2 pelajaranku, alat tulisku, buku tulisku, tas sekolahku, sepatuku, kaos kakiku, BALIKIN SEMUANYAAAA!!!!” teriak Olin.
“Bas! Balikin semua makanan yang pernah aku kasih ke kamu! Buat snack2 di perjalanan tuuh!!! Kan lumayan!” sekarang Debo.
CEGREEEKKK!!!
Bastian manyun di depan pintu. Semua anak ICIL COWOK standby di depan kamar Bastian dengan panci, sapu, dan kemoceng di tangan.
“Trus yang Bastian bawa pulang apaan??? Masa semuanya hasil minjem??? Masa pulang tangan kosong? Pada tega nih! Jangan ngarang aahh..”
“Yang ngarang tuh siapa, Bas?! Selama ini kamu pingsan?!” Patton mengacung2kan sapu, gemes.
“Ayo balikin… balikiiinnnn!!!”
GRUDUK! GRUDUK! GRUDUK!
Semua ICIL Cowok yang udah nggak sabar buru2 menghambur ke kamar Bastian. Bastian menatap pasrah. “Cak, Pat, Bo, Biet, Ner, Syad, Lin… sisain satuuu… aja buat Bastian…” muka Bastian melas.
Mereka mikir bentar.
“Ooh, ini aja nih!” tiba2 Olin melemparkan sesuatu ke Bastian.
“Lah, bolpen kosong?! Nggak ada kenangannya sama sekali ini! Yang bisa buat kenang2an donk, Guys!” Bastian cemberut.
“Itu kan juga hasil kerjamu, sampe alat tulisku pada abis semuanya!” timpal Olin.
“Ya udah! Nih, ambil aja sikat gigiku! Tapi ntar aja ya, abis aku pake!” seru Irsyad ngakak.
“HUUHH!!! Pada jahat2 semuanya sama Bastian!”
“DEEEEUUUUUU!!! NGAMBEEEEEKKK!”
%%%
Endingnya di chapter 9 loh… So, don’t miss it!